Rabu, 07 September 2011

Pengertian bimbingan dan penyuluhan

Pengertian bimbingan dan penyuluhan

Istilah bimbingan dan penyuluhan dipandang dari segi terminologi berasal dari bahasa asing yaitu bimbingan dari Guidance dan penyuluhan dari Counseling.

a. Bimbingan
Mengenai pengertian bimbingan ini Bimo walgito mengemukakan sebagai berikut:
Bimbingan adalah merupakan bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan dalam hidupnya mencapai kesejahteraan. (Walgito, 1989:4)
Sejalan dengan pengertian di atas H. Koestuer Partowisastro mengemukakan pendapat :
Bimbingan adalah bantuan yang diberikkan kepada seseorang agar memperkembangkan potensi-potensi yang dimiliki, mengenal dirinya sendiri, mengatasi persoalan-persoalannya sehingga dapat menentukan sendiri jalan hidupnya secara bertanggung jawab tanpa tergantung orang lain. (Partowisastro, 1984:12)

Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka yang dimaksud dengan bimbingan adalah suatu usaha bantuan yang dilakukan oleh seseorang yang mempunyai keahlian dan pengalaman dalam memberikan bantuan atau pertolongan kepada individu tersebut dapat mengembangkan potensi yang dimiliki, mengenal dirinya dan dapat bertanggung jawab.

b. Penyuluhan
Penyuluhan menurut Bimo Walgito adalah :
Penyuluhan adalah bantuan yang diberikan individu dalam memecahkan masalah kehidupannya dengan langsung berhadapan muka, dengan cara-cara yang sesuai dengan keadaan individu yang dihadapi untuk mencapai kesejahteraan hidupnya. (Walgito, 1989:5)

Dari pendapat tersebut di atas dapat dipahami bahwasanya bimbingan dan penyuluhan, ada persamaannya dan ada perbedaannya. Persamaan adalah keduanya merupakan suatu bantua bagi individu-individu dalam menghadapi problem kedupannnya. Sedangkan perbedaan, bimbingan lebih luas dari pada penyuluhan, bimbingan lebih menitik beratkan pada segi-segi preventif, sedangkan penyuluhan lebih menitik beratkan pada segi kuratif, tetapi walaupun demikian pengguanan bimbingan selalu diikuti dengan kata penyuluhan.
Keberadaan bimbingan dan penyuluhan di sekolah harus mendapatkan perhatian istimewa terhadap generasi muda. Karena manfaatnya adalah sangat besar bagi pemantapan hidup bagi generasi muda kita dalam berbagai bidang yang menyangkut ilmu pengetahuan. Ketrampilan dan sikap mental generasi muda. Apalagi mengingat bahwa generasi mda perlu dibina secara intensif sesuai dengan cita-cita yang terkandung dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara yang menyatakan bahwa generasi muda harus dibina agar menjadi generasi pengganti dimasa mendatang yang harus lebih baik, lebih bertanggung jawab dan lebih mampu mengisi serta membina kemerdekaan Bangsa.
Dengan adanya bimbingan dan penyuluhan di sekolah diharapkan generasi muda menjadi generasi yang mampu bermanfaat baik bagi dirinya sendiri maupun bagi masyarakat serta bagi bangsa dan negara.

Petugas bimbingan dan penyuluhan yang keberadaannya disamping sebagai badan yang bertugas memberikan bimbingan kepada para siswa juga sebagai guru yang memberikan pendidikan dan pengajaran yang baik kepada siswa. Sehingga tanggung jawab petugas bimbingan dan penyuluhan menjadi ganda dan variatif atau sebagai pengajar mata pelajaran dan sebagai pendidik agama dan akhlaq yang baik.

Fungsi dan Tujuan Bimbingan dan Penyuluhan

Pelayanan bimbingan dan penyuluhan yang dilakukan disekolah mempunyai dua tujuan yaitu :
Tujuan bimbingan dapat dibedakan atas tujuan sementara dan tujuan akhir. Tujuan sementara adalah supaya orang bersikap dan bertindak seperti dalam situasi hidupnya sekarang ini. Sedangkan tujuan akhir adalah supaya orang mampu mengatur kehidupannya sendiri, menagambil sikapnya sendiri dan menangung sendiri resiko dari tindakan-tindakannya (Winkel, 1991:17).

Dari pendapat di atas dapat diapahami bahwa tujuan dari bimbingan dapat dibedakan atas tujuan sementara dan tujuan akhir. Tujuan sementara adalah supaya orang bersikap dan bertindak sendiri dalam situasi hidupnya sekarang ini, misalnya melanjutkan sekolah, mengambil sikap dan pergaulan, mendaftarkan diri pada fakultas Perguruan Tinggi tertentu. Tujuan akhir adalah supaya orang mampu mengatur kehidupannya sendiri, mempunyai pandangan sendiri dan menanggung sendiri konsekwensi atau resiko dari tindakannya sendiri.

Cara-cara Pelaksnaan Bimbingan dan Penyuluhan

Pelaksanaan Bimbingan di sekolah terwujud dalam program bimbingan, yang mencakup keseluruhan pelayanan bimbingan. Para petugas bimbingan selain harus sehat fisik maupun psikisnya juga mendapatkan pendidikan khusus dan bimbingan dan konseling;secara ideal berijasah sarjana FIP IKIP, jurusan BK, atau program yang sederajat. Di samping itu seorang pembimbing harus mempunyai pengalaman maupun pengetahuan yang cukup, baik yang bersifat praktis maupun teoritis, sesuai dengan pendapat Bimo Walgito :
Agar supaya seorang pembimbing dapat menjalankan fungsi atau pekerjaannya dengan sebaik-baiknya, seorang pembimbing harus mempunyai pengetahuan yang cukup luas baik segi yang bersifat teoritis maupun yang bersifat praktis. (Walgito, 1989:17)

Dari pendapat di atas dapat dipahami bahwasanya pengetahuan tentang bimbingan dan penyuluhan merupakan syarat yang paling penting bagi seorang pembimbing, baik dari segi teoritis maupun praktisnya.
Dasar dari pada pelaksanaan program bimbingan dan penyuluhan di sekolah tidak lepas dari dasar pendidikan pada umumnya, dan pendidikan pada khususnya. (Walgito, 1989:17)
Dalam melaksanakan program bimbingan dan penyuluhan perlu diperhatikan batas-batas sampai dimana kemungkinan kegiatan bimbingan dan penyuluhan itu boleh dilaksanakan. Bimbingan dan penyuluhan disekolah dilakukakan untuk siswa-siswi, untuk membantu siswa-siswi dalam membuat rencana belajar dan mengambil keputusan sendiri. Bimbingan dilakukan dengan melibatkan personal lain dalam memberikan bantuan pada siswa. Bimbingan dilakukakn dala batas-batas kemampuan yang dimiliki oleh staf pembimbing (tenaga ahli bimbingan, guru konselor atau guru pembimbing dan guru biasa guru vak) dan program bimbingan sekolah berpusat pada pencegahan kesulitan belajar dikelas yang dilakukan atas dasar kesepakatan bersama anatara penyuluhan dan siswa.

Menurut Totok Santoso dalam bukunya “Layanan dalam Memberikan Bimbingan Belajar, yaitu :

a. Bimbingan secara kelompok
Pelaksanaan bimbingan kelompok merupakan cara-cara tertentu untuk mengelompokkan murid. Sedangkan aktivitas-aktivitas bimbingan kelompok merupakan jenis kegiatan yang dilakukakan, karena pembimbing mrangkap sebagai pengajar, makabimbingan kelompok yang paling dominan. Sebab disamping memberikan pelajaran juga diiringi memberikan bimbingan secara pencegahan (preventif). Adapun bentuk bimbingan kelompok adalah pelajaran bimbingan (group guindance class), sekelompok diskusi, kelompok kerja dan home room.

1) Pelajara Bimbingan
Pelajaran bimbingan ini yang diutamakan adalah kebutuhan-kebutuhan murid yang berkenan dengan perkembangan pribadinya dan pergaulan sosialnya : dengan kata lain ahli bimbingan lebih berfungsi sebagai pendidik dari pada sebagai pengajar. Pada pelajaran bimbingan yang biasanya berupa pembahasan tentang suatu masalah yang tidak termasuk materi pelajaran yang lain. misalnya cara-cara belajar yang baik. Cara memilih jurusan / fakultas. Cara-cara bergaul, pendewasaan diri, hubungan dengan orang tua.

2) Diskusi Kelompok
Diskusi kelompok ini dibentuk kelompok kecil yang terdiri dari empat sampai enam murid yang mana murid-murid itu mendiskusikan sesuatu bersama, misalnya kesukaran dalam belajar, pergaulan dengan orang tua atau pergaulan dengan lain jenis.

b. Bimbingan secara individu
Bimbingan secara individu ini dilaksanakan ada permasalahan dari siswa yang bersangkutan langsung dipanggil ke ruang bimbingan.
Adapun bentuk dari bimbingan individu dapat berupa : pemberian informasi, pemberian nasehat, dan konsentrasi.

c. Konseling individual
Konseling individual paling tidak ada empat segi yang perlu diperhatikan dalam konseling, yaitu saat diam, kebingungan, mndengarkan dan melarikan diri dari kenyataan.

Sifat bimbingan dan penyuluhan
Masalah bimbingan dan penyuluhan mengacu pada situasi masa pemberian bantuan yang dilihat dari segi proses penampakan hal atau kesulitan yang dihadapi murid. Dengan kata lain pemberian bantuan dapat dilakukan sebelum ada kesulitan, selama ada kesulitan, dan setelah ada kesulitan yang dihadapi murid.
Sifat bimbingan menurut Andi Mapiere dibagi menjadi empat yaitu :
1. Sifat pencegahan (prefentif) yaitu pemberian bantuan (terutama) kepada murid, sebelum murid menghadapi kesulitan atau persoalan yang serius.
2. Sifat pengembangan (development) yaitu usaha bantuan yang diberikan pada murid dengan mengiringi ‘perkembangan mentalnya ; yang dimaksudkan terutama untuk menetapkan jalan berfikir dan bertindaknya murid sehingga dapat berkembang secara optimal.
3. Sifat penyembuhan (curatif) yaitu usaha bantuan yang diberikan pada murid selama atau setelah murid mengalami persoalan serius, dengan maksud agar murid agar terbebas dari kesulitan.
4. Sifat pemeliharaan (Treatment) yaitu usaha bantuan yang dimaksudka terutama unuk memupuk dan mempertahankan kesehatan mental murid yang bersangkutan bertahan dalam kesembuhan, setelah menjalani proses penyembuhan.
Dari keempat sifat bimbingan tersebut di atas, satu dengan yang lainnya sangat berbeda, dalam penggunaannya yang luas. Hafi Anshari membagi bimbingan menjadi dua bentuk bimbingan yaitu :
a. Bimbingan yang bersifat prefentif
1. Tata Tetib
2. Menanamkan kedisiplinan
3. Memberikan motivasi
4. Memberikan nasehat
b. Bimbingan yang bersifat kuratif
1. Pemberitahuan
2. Peringatan
3. Hukuman
4. Ganjaran (Mapiere, 1989:211)

Jenis-Jenis Bimbingan dan Penyuluhan
a. Penyelenggaraan kartu pribadi
Bimo Walgito mengemukakan tentang kartu pribadi yaitu :
Kartu pribadi atau disebut juga daftar pribadi merupakan suatu daftar yang memuat semua aspek diri anak. Daftar pribadi ini memuat perseorangan sehingga masing-masing anak mempunyai daftar sendiri-sendiri. (Walgito, 1989:79)
Kartu pribadi ini berfungsi sebagai langkah awal bila suatu saat akan membimbing, karena sesudah diketahui sebelumnya pangkal tolaknya.

b. Penyelenggaraan papan bimbingan
Penyelenggaraan papan bimbingan adalah merupakan suatu aspek untuk merealisasikan bimbingan penyuluhan di sekolah. Karena pada papan bimbingan anak-anak akan dapat melihat yang perlu diketahui oleh dirinya.
Pada papan bimbingan ini bisa ditulis peraturan sekolah dan cara belajar yang baik.

c. Penyelenggaraan kotak masalah
Mengenai kotak masalah ini Bimo Walgito mengemukakan sebagai berikut :
Kotak masalah sering pula disebut kotak tanya. Dasar pemikiran penyelenggaraan kotak masalah ini adalah untuk menampung masalah atau pertanyaan yang dihadapi oleh anak-anak yang lain dalam sekolah. (Walgito, 1989:79)
Penyelenggaraan kotak masalah ini disamping bersifat kuratif juga bersifat prefentif serta bersifat korektif. Sehingga permasalahan yang timbul segera akan dapat dicarikan penyelesaiannya.

d. Penyelenggaraan Kelompok Belajar
Kelompok belajar adalah bahwa kegiatan-kegiatan digolongkan kedalam tiga golongan utama secara hakiki. Ialah kegiatan-kegiatan yang bersifat individual. Kegiatan yang bersifat sosial dan kegiatan yang bersifat Ketuhanan. (Walgito, 1989:143)

Dari pendapat di atas dapat dipahami bahwa seseorang harus memiliki sosial yang baik, bekerja sama dengan lingkungannya serta mengutamakan kepentingan umum dari pada kepentingan pribadi atau golongan.
Secara spiikis dapat dikemukakan bahwa peranan dari bimbingan dan penyuluhan dalam lembaga pendidikan disekolah adalah memberika bantuan kepada siswa yang mempunyai permasalahan untuk dibimbing agar siswa yang bersangkutan mampu menyelesaikan kesulitan yang dihadapi baik pada saat sekarang maupun pada masa yang akan datang. Tugas tersebut tidaklah ringan dan segampang yang dibayangkan, apalagi jika dikaitkan dengan adanya gejala menurunnya aktivitas belajar siswa.

Menurut Hanafi Anshari bantuan atau bimbingan yang diberikan kepada siswa ada dua macam yaitu : “bimbingan yang bersifat prefentif (pencegahan) dan bimbingan yang bersifat kuratif (penyembuhan)”. (Anshari, 1991:67)

1) Bimbingan yang bersifat prefentif
Bimbingan yang bersifat prefentif (pencegahan) adalah pemberian bantuan kepada siswa sebelum menghadapi kesulitan atau persoalan yang serius. Cara yang ditempuh bermacam-macam, antara lain : memelihara situasi yang baik dan menjaga situasi itu agar tetap baik. Dalam hal ini hubungan siswa dengan guru dan staf yang lain harus dijaga sebaik mungkin. Saling mengerti kedudukannya sehingga satu dengan yang lainnya tidak saling membenci. Demikian juga guru dalam menyampaikan materi harus disesuaikan dengan keadaan anak. Minat anak dan guru berusaha semaksimal mungkin menimbulkan semangat anak agar tidak merasa bosan terhadap guru dan materi yang diberikan.

Sehubungan dengan hal tersebut, Dewa Ketut Sukardi menjelaskan :
Bimbingan berfungsi prefentif, pencegahan terjadinya atau timbulnya masalah dari anak didik dan berfungsi preservation. Memelihara situasi dan menjaga supaya situasi itu tetap baik. (Sukardi, 1983:8).

Selanjutnya bimbingan prefentif ini bisa dengan cara penggunaa waktu senggang. Jenis bimbingan ini untuk membantu siswa dalam menggunakan waktu senggang dengan cara mengisi kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain atau lingkungan.

Dengan bimbingan jenis ini diharapkan siswa mampu memanfaatkan waktu senggang dengan mengisi kegiatan-kegiatan belajar, bekerja atau rekreasi yang membawa manfaat.

Sebagaimana dikemukakan oleh I. Djumhur dan Moh. Surya sebagai berikut :
Kegiatan bimbingan menggunakan waktu senggang antara lain membantu siswa dalam hal :
1. Menggunakan waktu-waktu senggang untuk kegiatan produktif.
2. Menyusun dan membagi waktu belajar dengan sebaik-baiknya.
3. mengisi dan menggunakan waktu pada jam-jam bebas, hari libur dan sebagainya.
4. Merencanakan suatu kegiatan. (Ahmadi, 1978:38)

Menggunakan waktu senggang untuk kegiatan produktif, seperti ; kegiatan OSIS, kepramukaan, organisasi keagamaan, olah raga dan kesenian yang dapat mengembangkan bakat dan potensi yang dimiliki peserta didik sehingga selalu merasa diliputi dalam kesibukan. Hal ini sedikit sekali bagi mereka memikirkan dan mengatur waktunya pada hal-hal yang tidak baik dan menjurus pada kegiatan amoral.

Adapun bimbingan yang bersifat pencegahan adalah tata tertib, menanamkan kedisiplinan, memberikan motivasi, dan memberikan nasehat. (Anshari, 1991:67)
a) Tata Tertib
Tata tertib adalah beberapa peraturan yang harus ditaati dalam situasi atau dalam suatu tata kehidupan tertentu. Peraturan tersebut dalam hal ini dapat berbentuk tulisan atau tidak tertulis. Yang tertulis misalnya tata tertib antara guru dengan murid, tata tertib pergaulan dan sebagainya.
b) Menanamkan kedisiplinan
Disiplin adalah merupakan suatu sikap mental yang dengan kesadaran dan keinsafannya mematuhi terhadap perintah-perintah atau larangan yang ada terhadap suatu hal. Karena mengerti betul-betul tentang pentingnya dan larangan tersebut. Karena itu disiplin harus ditanamkan dalam sanubari anak. Menurut Hafi Anshari untuk menanamkan kedisiplinan pada anak dapat diusahakan dengan jalan : pembiasaan, dengan contoh dan teladan, dengan penyadaran dan dengan pengawasan atau kontrol. (Anshari, 1991:68)
(1) Dengan Pembiasaan
Anak dibiasakan untuk melakukan sesuatu dengan baik, tata tertib dan teratur, misalnya berpakaian yang rapi, masuk dan keluar kelas harus dengan ijin guru, harus memberi salam dan sebagainya.

(2) Dengan contoh dan teladan
Suri tauladan yang baik perlu mendapatkan perhatian yang sesungguhnya dari guru. Untuk itulah guru harus lebih dahulu memberikan contoh dengan perbuata yang baik, sebab kalau tidak maka dikalagan murid akan timbul semacam protes tentang keadaan tersebut sehingga akan menimbulkan rasa tidak senang, iri hati dan tidak ikhlas. Perbuatan baik itu dikerjakan oleh murid hanya karena keterpaksaan.


(3) Dengan penyadaran
Disamping adanya pembiasaan, contoh dan teladan, maka anak semakin kritis ingin mengerti tentang arti peraturan atau larangan tang ada. Maka kewajiban para guru untuk memberikan penjelasan, alasan yang dapat diterima dengan baik oleh pikiran anak. Sehingga dengan demikian timbul kesadaran anak tentang adanya perintah yang harus dikerjakan dan larangan-larangan yang harus ditinggalkan.

(4) Dengan pengawasan atau kontrol
Bahwa kepatuhan anak terhadap peraturan atau tata tertib mengenal juga adanya situasi tertentu yang mempengaruhi terhadap anak. Adanya kemungkinan anak nyeleweng atau tidak mematuhi tata tertib maka perlu diadakan pengawasan yang intensif terhadap situasi yang tidak diinginkan yang akibatnya akan merugikan keseluruhan.

b) Memberi motivasi
Memberikan motivasi disini lebih ditekankan pada pembetukan akhlaq yang baik, yang mana akhlaq merupakan keseluruhan dari gerak hidup manusia.
Dalam hal ini Sardiman AM mengemukakan pendapatnya :
Istilah motivasi banyak digunakan diberbagai bidang dan situasi dalam hal ini tidak akan dikemukakan motivasi dalam bidang dan motivasi dalam pembentukan akhlaq siswa. (Sardiman, 1987:93)

c) Memberikan Nasehat
Dalam Bahasa Indonesia kata nasehat diartikan sebagai ajaran atau pelajaran yang baik. Namun suatu nasehat sudah barang tentu mesti timbul dari hati nurani yang bersih dan murni. Dengan tulus hati dengan kepentingan dan kebaikan yang dinasehati.

Pemberian nasehat dapat dilakukan dengan memberikan jalan untuk kebahagiaan hidup didunia dn kebahagiaan akherat. Mengingat mereka dengan yang halus dan yang lembut serta memberikan peringatan mengenai kelalaian mereka terhadap kewajiban sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial.

2) Bimbingan yang bersifat kuratif (Penyembuhan)
Bimbingan yang bersifat kuratif yaitu uasaha bantuan yang diberikan pada murid selama atau setelah murid mengalami persoalaan serius. Dengan maksud utama agar murid yang bersangkutan terbebaskan dari kesulitan.

Dalam rangka pemberian bantuan yang diberikan secara sistimatis kepada klien digunakan berbagai langkah dan tehnik agar orang yang bersangkutan mampu untuk memecahkan segala problem yang dihadapi, apakah itu yang bersifat pribadi yang mengganggu perasaan, frustasi dan menghadapi untuk menentukan pilihan yang tepat sesuai dengan kemampuannya.

Bimbingan yang bersifat kuratif berupa pemberitahuan, peringatan, hukuman dan ganjaran. (Anshari, 1991:67)

a) Pemberitahuan
Pemberitahuan yaitu memberikan informasi kepada anak terhadap sesuatu hal yang kurang baik karena hal itu mengganggu jalannya proses pendidikan. Pemberitahuan ini diberikan kepada anak yang belum tahu misalnya seorang anak yang memberikan sesuatu kepada gurunya dengan tangan kirinya. Hal tersebut kemungkinan dilingkungan sekitarnya dan tidak ada yang memberitahukan bahwa hal itu, bukanlah anak yang bersagkutan langsung dimarahi.

b) Peringatan
Peringatan diberikan terhadap anak yang sudah berkali-kali melakukan pelanggaran dimana sebelumnya sudah diberi teguran dan biasanya peringatan itu disertai dengan ancaman apabila hal tersebut terulang kembali. Misalnya ada seorang anak yang berbuat nakal pada temannya beberapa kali, setelah ditegur juga dia masih melakukan, maka diberi peringatan dengan satu ancaman umpamanya kalau sampai melakukan lagi akan dikeluarkan dari sekolah.

c) Hukuman
Hukuman adalah tindakan yang paling akhir terhadap pelanggaran yang sudah berkali-kali dilakukan setelah diberitahukan, dan diperingati. Hukuman mempunyai arti dan nilai sebagai berikut:
(1) Hukuman sebagai akibat suatu pelanggaran
(2) Hukuman sebagai titik tolak agar tidak terjadi pelanggaran

d) Ganjaran
Ganjaran adalah alat pendidikan reppresif yang bersifat menyenangkan. Ganjaran diberikan pada anak didik yang mempunyai prestasi terentu dalam pendidikan, memiliki kerajinan dan tingkah laku yang baik. Sehingga dapat dijadikan contoh teladan bagi teman-temannya. Ganjaran itu dapat berupa pujian, penghormatan, hadiah dan tanda penghargaan.

Peranan Bimbingan dan Penyuluhan dalam Menanggulangi Kesulitan Belajar Siswa.

Tujuan pendidikan nasional berlaku bagi semua jenis sekolah dan dilaksanakan dengan ciri-ciri khas dari setiap jenjang pendidikan sekolah. Dengan kata lain, tujuan institusional harus diselaraskan dengan tujuan pendidikan nasional dan merupakan suatu konsentrasi yang harus membawa tercapainya tujuan pendidikan nasional.

Untuk mencapai tujuan pendidikan siswa perlu dapat bimbingan agar mereka dapat membina sebanyak mungkin dari pengalaman disekolah. Akan tetapi kemampuan guru dalam membimbing anak didiknya terbatas, sedangkan masalah yang dihadapi anak didik semakin hari semakin kompleks. Dari semacam kondisi inilah peranan bimbingan dan penyuluhan diperlukan, dalam rangka memanimalisasi kesulitan yang dihadapi oleh siswa. Tujuan akhir pelayanan bimbingan ini sama dengan tujuan pendidikan di sekolah, tetapi cara untuk sampai pada tujuan itu lain yang digunakan dalam bidang-bidang pendidikan sebagaimana yang dikemukakan oleh W.S. Winkel :

Bimbingan disekolah menengah merupakan bidang khusus dalam keseluruhan pendidikan sekolah yaitu memberikan pelayanan yang ditangani oleh ahli-ahli yang telah disiapkan untuk itu. Ciri khas dari pelayanan ini terletak dalam hal memberikan bantuan mental atau psikologis kepada murid dalam membulatkan perkembangannya. Tujuan dari pemberian bimbingan ialah supaya setiap murid berkembang sejauh mungkin untuk mengambil manfaat sebanyak mungkin dari pengalamannya disekolah, mengingat ciri-ciri pribadinya dan tuntunan kehidupan dalam masyarakat sekarang. (Winkel, 1991:28)

Dengan adanya peranan dan bimbingan terserbut diharapkan semua persoalan yang dihadapi anak didik dapat diantisipasi sedini mungkin. Menurut Bimo Walgito bimbingan dan penyuluhan di sekolah dapat dilaksanakan dengan bermacam sifat :

1. Preventif, yaitu bimbingan yang diberikan dengan tujuan untuk mencegah jangan sampai timbul kesulitan yang menimpa diri anak atau individu.
2. Korektif, yaitu memecahkan dan mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh individu.
3. Preservatif, yaitu memelihara atau mempertahankan yang telah baik, jangan sampai menjadi keadaan yang tidak baik (Walgito, 1984:26)

Dari uraian tersebut dapat ditarik benang merah bahwa peranan dari pada bimbingan dan penyuluhan sangat diperlukan oleh siswa dalam rangka untuk mencapai tujuan dari pada pendidik dan

FILSAFAT PENDIDIKAN

BAB I
RINGKASAN MATERI
A. Pengertian Filsafat Pendidikan
Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan. Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah pendidikan.
Beberapa aliran filsafat pendidikan;
ü Filsafat pendidikan progresivisme. yang didukung oleh filsafat pragmatisme.
ü Filsafat pendidikan esensialisme. yang didukung oleh idealisme dan realisme; dan
ü Filsafat pendidikan perenialisme yang didukung oleh idealisme.
Progresivisme berpendapat tidak ada teori realita yang umum. Pengalaman menurut progresivisme bersifat dinamis dan temporal; menyala. tidak pernah sampai pada yang paling ekstrem, serta pluralistis. Menurut progresivisme, nilai berkembang terus karena adanya pengalaman-pengalaman baru antara individu dengan nilai yang telah disimpan dalam kehudayaan. Belajar berfungsi untuk :mempertinggi taraf kehidupan sosial yang sangat kompleks. Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang eksperimental, yaitu kurikulum yang setiap waktu dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
B. Subjek/ Objek Filsafat Pendidikan
Berfikir merupakan subjek dari filsafat pendidkan akan tetapi tidak semua berfikir berarti berfilsafat. Subjek filsafat pendidikan adalah seseorang yang berfikir/ memikirkan hakekat sesuatu dengan sungguh dan mendalam tentang bagaimanan memperbaiki pendidikan.
Objek filsafat, objek itu dapat berwujud suatu barang atau dapat juga subjek itu sendiri contohnya si aku berfikir tentang diriku sendiri maka objeknya adalah subjek itu sendiri. Objek filsafat dapat dibedakan atas 2 hal :
1. Objek material adalah segala sesuatu atau realita, ada yang harus ada dan ada yang tidak harus ada
2. Objek formal adalah bersifat mengasaskan atau berprinsi dan oleh karena mengasas, maka filsafat itu mengkonstatis prinsip-prinsip kebenaran dan tidak kebenaran
C. Ruang Lingkup Filsafat
Filsafat sebagai induk ilmu-ilmu lainnya pengaruhnya masih terasa. Setelah filsafat ditingkalkan oleh ilmu-ilmu lainnya, ternyata filsafat tidak mati tetapi hidup dengan corak tersendiri yakni sebagai ilmu yang memecahkan masalah yang tidak terpecahkan oleh ilmu-ilmu khusus. Akan tetapi jelaslah bahwa filsafat tidak termasuk ruangan ilmu pengetahuan yang khusus. Filsafat boleh dikatakan suatu ilmu pengetahuan, tetapi obyeknya tidak terbatas, jadi mengatasi ilmu-ilmu pengetahuan lainnya merupakan bentuk ilmu pengetahuan yang tersendiri, tingkatan pengetahuan tersendiri. Filsafat itu erat hubungannya dengan pengetahuan biasa, tetapi mengatasinya karena dilakukan dengan cara ilmiah dan mempertanggungjawabkan jawaban-jawaban yang diberikannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat Pendidikan
Pandangan fislafat pendidikan sama dengan perananya merupakan landasan filosofis yang menjiwai seluruk kebijaksanaan pelaksanaan pendidikan. Dimana landasan filsofis merupakan landasan yang berdasarkan atas filsafat. Landasan filsafat menalaah sesautu secara radikal, menyeluruh, dan konseptual tentang religi dan etika yang bertumpu pada penalran. Oleh karena itu antara filsafat dengan pendidikan sangat erat kaitannya, dimana filsafat mencoba merumuskan citra tentang manusia dan masyarkaat sedangkan pendidikan berusahan mewujudkan citra tersebut.
Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan. Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah pendidikan.
Filsafat mengadakan tinjauan yang luas mengani realita, maka dikupaslan antara lain pandangan dunia dan pandangan hidup. Konsep-konsep mengenai ini dapat menjadi landasan penyusunan konsep tujuan dan metodologi pendidik. Disamping itu, pengalaman pendidik dalam menuntut pertumbuhan danperkembangan anak akan berhubungan dan berkenalan dengan realita. Semuanya itu dapat disampaikan kepada flsafat untuk dijadikan bahan-bahan pertimbangan dan tinjauan untuk memperkembangkan diri. Hubungan filsafat dengan filsafat pendidikan dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Filsafat mempuyai objek lebih luas, sifatnya universal. Sedangkan filsafat pendidikan objeknya terbatas dalam dunia filsafat pendidikan saja
2. Filsafat hendak memberikan pengetahuan/ pendiidkan atau pemahaman yang lebih mendalam dan menunjukkan sebab-sebab, tetapi yang tak begitu mendalam
3. Filsafat memberikan sintesis kepada filsafat pendidikan yang khusus, mempersatukan dan mengkoordinasikannya
4. Lapangan filsafat mungkin sama dengan lapangan filsafat pendidikan tetapi sudut pandangannya berlainan
Dalam menerapkan filsafat pendidikan, seoran guru sebagai pendidik dia mengharapkan dan mempunyai hak bahwa ahli-ahli filsafat pendidikan menunjukkan dirinya pda masalah pendiidkan pad aumumnya serta bagaimna amasalah itu mengganggu pada penyekolhan yang menyangkut masalah perumusan tujuan, kurkulum, organisasi sekolah dan sebagainya. Dan para pendidik juga mengahrapkan dari ahli filsafat pendiidkan suatu klasifikasi dari uraian lebih lanjut dari konsep, argumen dirinya literatur pendidikan terutam adalam kotraversi pendidikan sistem-sistem, pengjuian kopetensi minimal dan kesamaan kesepakatan pendidikan.
Brubacher (1950) mengemukakan tentang hubungan antara filsafat dengan filsafat pendidikan, dalam hal ini pendidikan : bahwa filsafat tidak hanya melahirkan sains atau pengetahuan baru, melainkan juga melahirkan filsafat pendidikan. Filsafat merupakan kegiatan berpikir manusia yang berusaha untuk mencapai kebijakan dankearifan. Sedangkan filsafat pendidikan merupakan ilmu ayng pad ahakekantya jawab dari pertanyaa-pertanyaan yagn timbul dalam lapangan pendidkan. Oleh karen aberisfat filosofis, dengan sendirinya filsafat pendidikan ini hakekatnya adalah penerapan dari suatu analisa filosofis terhadap lapangan pendidikan.
B. Subjek/ Obyek Filsafat Pendidikan
Subjek filsfat adalah seseroang yang berfikir/ memikirkan hakekat sesuatu dengan sungguh-sungguh dan mendalam. Seperti halnya pengetahuan, Maka filsafatpun (sudut pandangannya) ada beberapa objek yang dikaji oleh filsafat
a. Obyek material yaitu segala sesuatu yang realitas
1. Ada yang harus ada, disebut dengan absoluth/ mutlak yaitu Tuhan Pencipta
2. Ada yang tidak harus ada, disebut dengan yang tidak mutlak, ada yang relatif (nisby), bersifat tidak kekal yaitu ada yang diciptakan oleh ada yang mutlak (Tuhan Pencipta alam semesta)
b. Obyek Formal/ Sudut pandangan
Filsafat itu dapat dikatakan bersifat non-pragmentaris, karena filsafat mencari pengertian realitas secara luas dan mendalam. Sebagai konsekuensi pemikiran ini, maka seluruh pengalaman-pengalaman manusia dalam semua instansi yaitu etika, estetika, teknik, ekonomi, sosial, budaya, religius dan lain-lain haruslah dibawa kepada filsafat dalam pengertian realita.
Menurut Prof Dr. M. J. Langeveld : “……bahwa hakikat filsafat itu berpangkal pada pemikiran keseluruhan sarwa sekalian scara radikan dan menurut sistem”.
1. Maka keseluruhan sarwa sekalian itu ada. Ia adalah pokok dari yang dipikirkan orang dalam filsafat
2. Ada pula pikiran itu sendiri yang terhadap dalam filsafat sebagai alat untuk memikirkan pokoknya
3. Pemikiran itupun adalah bahagian daripada keseluruhan, jadi dua kali ia teradapat dalam filsafat, sebagai alat dan sebagai keseluruhan sarwa sekalian
Menurut Mr. D. C Mulder menulis sebagai berikut :
“ Tiap-tiap manusia yang mulai berpikir tentang diri sendiri dan tentang tempatnya dalam dunia, akan mengahdapi beberapa persoalan yang begitu penting sehingga persoalan-persoalan itu boleh diberi nama persoalan-persolan pokok”.
Louis Kattsoff mengatakan lapangan kerja filsafat itu bukan main luasnya yaitu meliputisegala pengetahuan manusia serta segala sesuatu apa saja yang ingin diketahui manusia. Dr. A. C Ewing mengatakan bahwa kebenaran, materi, budi, hubungan materi dan budi, ruang dan waktu, sebab, kemerdekaan, monisme lawan fluarlisme dan tuhan adalah termasuk pertanyaan-pertanyaan poko filsafat
C. Ruang Lingkup Filsafat
Para ahli mengatakan bahwa ruang lingkup dari ilmu filsafat yaitu :
ü Tentang hal mengerti, syarat-syaratnya dan metode-metodenya.
ü Tentang ada dan tidak ada.
ü Tentang alam, dunia dan seisinya.
ü Menentukan apa yang baik dan apa yang buruk.
ü Hakikat manusia dan hubungannya dengan sesama makhluk lainnya.
ü Tuhan tidak dikecualikan.
Filsafat itu erat hubungannya dengan pengetahuan biasa, tetapi mengatasinya karena dilakukan dengan cara ilmiah dan mempertanggungjawabkan jawaban-jawaban yang diberikannya.
Filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempunyai sifat-sifat ilmu pengetahuan tapi. Akan tetapi jelaslah bahwa filsafat tidak termasuk ruangan ilmu pengetahuan yang khusus. Filsafat boleh dikatakan suatu ilmu pengetahuan, tetapi obyeknya tidak terbatas, jadi mengatasi ilmu-ilmu pengetahuan lainnya merupakan bentuk ilmu pengetahuan yang tersendiri, tingkatan pengetahuan tersendiri.
Para ahli mengatakan bahwa ruang lingkup dari ilmu filsafat yaitu :
a. Tentang hal mengerti, syarat-syaratnya dan metode-metodenya.
b. Tentang ada dan tidak ada.
c. Tentang alam, dunia dan seisinya.
d. Menentukan apa yang baik dan apa yang buruk.
e. Hakikat manusia dan hubungannya dengan sesama makhluk lainnya.
f. Tuhan tidak dikecualikan.
Ruang lingkup dari filsafat yaitu :
a. Tentang pengetahuan : logika yang memuat :
a. Logika formil yang mempelajari asas-asas atau hukum-hukun berpikir yang harus ditaati agar kita dapat berpikit dengan benar dan mencapai kebenaran. jadi bagaimana orang harus berpikir dengan baik dan aturan-aturan untuk itu. Hukum-hukum logika berlaku dan penting bagi semua ilmu pengetahuan lainnya pula, bagi filsafat merupakan alat yang harus dikuasai lebih dahulu.
b. Logika materiil kritik (epistimologi)
Yang memandang ilmu pengetahuan (materil) dan bagaimana isi ini dapat dipertanggungjawabkan. Jadi mempelajari perihal :
1. Sumber dan asal pengetahuan
2. Alat-alat pengetahuan
3. Proses terjadinya pengetahuan
4. Kemungkinan dan batas pengetahuan
5. Kebenaran dan kekeliruan
6. Metode ilmu pengetahuan dan lain-lain.
b. Tentang “ada” : metafisika atau ontology
Hal ini mengupas tentang :
1. Apakah arti ada itu?
2. Apakah kesempurnaannya ada itu?
3. Apakah tujuannya ada itu?
4. Apakah sebab dan akibat?
5. Apakah yang merupakan dasar yang terdalam dari setiap barang yang ada itu?
c. Tentang dunia material : kosmologi
Hal ini membicarakan tentang asal mula atau sumber dan susunan atau struktur dari alam semesta.
d. Tentang manusia : filsafat tentang manusia.
Orang mengetahui tentang “ada” itu dari adanya sendiri.
e. Tentang kesusilaan : etika
Manusia itu yakin dan wajib berbuat baik dan menghindarkan yang tidak baik itu menimbulkan berbagai soal, yaitu :
1. Apakah yang disebut baik itu?
2. Apakah yang buruk itu?
3. Apakah ukuran baik atau buruk itu?
4. Apakah suara batin itu?
5. Apakah kehendak bebas?
6. Apakah artinya kepribadian itu?
f. Tentang Tuhan : Theodyca
Hal inilah yang merupakan konsekuensi terakhir dari seluruh pandangan filsafat. Renungan tentang pengetahuan kita itu membuktikan bahwa manusia itu bukan sumber sari segala-segalanya, bukan sumber daripada segala pengetahuan.
Singkatnya bahwa ia bukan yang mutlak, sebab itu harus dicari sumber yang terdalam dan sebab yang terakhir, yang mengatasi manusia sendiri dan dunia.
BAB IV
KESIMPULAN
Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan. Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah pendidikan. Objek filsafat, objek itu dapat berwujud suatu barang atau dapat juga subjek itu sendiri contohnya si aku berfikir tentang diriku sendiri maka objeknya adalah subjek itu sendiri. Objek filsafat dapat dibedakan atas 2 hal :
1. Objek material adalah segala sesuatu atau realita, ada yang harus ada dan ada yang tidak harus ada
2. Objek formal adalah bersifat mengasaskan atau berprinsi dan oleh karena mengasas, maka filsafat itu mengkonstatis prinsip-prinsip kebenaran dan tidak kebenaran
Para ahli mengatakan bahwa ruang lingkup dari ilmu filsafat yaitu :
1. Tentang hal mengerti, syarat-syaratnya dan metode-metodenya.
2. Tentang ada dan tidak ada.
3. Tentang alam, dunia dan seisinya.
4. Menentukan apa yang baik dan apa yang buruk.
5. Hakikat manusia dan hubungannya dengan sesama makhluk lainnya.
6. Tuhan tidak dikecualikan.

BAHAN KULIAH FILSAFAT PENDIDIKAN

I.Pengertian,Ruang lingkup Bahasan Filsafat Pendidikan

Filsafat Pendidikan terbentuk dari dua kata yaitu: Filsafat & Pendidikan.
Sebelum kita mengartikan apa itu filsafat pendidikan kita lihat dulu pengertian filsafat yaitu;Filsafat berasal dari bahasa Yunani yang tersusun dari dua ata Philein berarti cinta dan Sophosyang berarti hikmah (wisdom).Dari segi semantik filsafat adalah cinta terhadap pengetahuanatau kebijakan.Sedangkan dari segi praktis filsafat berarti alam berfikir atau alam pikiran . .
• Ciri-ciri berfikir filosofi :
• Berfikir dengan menggunakan disiplin berpikir yang tinggi.
• Berfikir secara sistematis.
• Menyusun suatu skema konsepsi, dan
• Menyeluruh.

-Untuk mencapai pemikiran filsafat manusia mempunyai empat pola pikir yaitu:
a.Pemikiran awam yaitu apa adanya
b.Pemikiran Ilmiah yaitu dasarkan atas teori dan landasan konsep
c.Pemikiran pseudo Ilmiah berdasarkan kepada kekuatan tertentu
d.Pemikiran Filsafat pemikiran yang tersusun secara sistematis dan sampai keakar-akarnya.

Dengan demikian dapat diartikan bahwa filsafat pendidikan adalah

• Ilmu Pendidikan adalah ilmu yang membicarakan masalah umum pendidikan secara menyeluruh dan abstrak,selain itu juga bercirikan teoritis dan juga bersiafat praktis yang menunjukkan bagaimana pendidikan itu dilaksanakan. Untuk memenuhi ketentuan tersebut pendidikan harus memenuhi landasan konsep yang berfungsi untuk dilapangan pendidikan ,dengan demikian pendidikan perlu bantuan ilmu yang kaya dengan ide-ide yaitu filsafat. Dengan demikian dapat disimpulakan bahwa Filsafat pendidikan adalah ilmu pendidikan yang bersendikan filsafat atau filsafat yang diterapkan dalam usaha pemikiran dan pemecahan mengenai masalah pendidikan.
• Sedangkan Filsafat pendidikan menurut” Al-Syaibany (1973:30) adalah”Pelaksanaan pandangan falsafah dan kaidah falsafah dalam bidang pendidikan.filsafat itu mencerminan satu segi dari segi pelaksanaan falsafah umum dan menitikbertkan kepada pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan-kepercayaan yang menjadi asar dari falsafah umum dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan secara praktis.
• Menurut Kneller filsafat pendidikan merupakan aplikasi filsafat dalam lapangan pendidikan

2. Ruang LingkupBahasan filsafat pendidikan

1. Apa hakikat pendidikan itu
2. Apakah pendidikan itu berguna untuk membina kepribadian manusia
3. Apakah sebenarnya tujuan pendidikan itu
4. Siapakah hakikatnya yang bertanggung jawab terhadap pendidikan
5. Apakah hakikat pribadi manusia itu
6. Apakah hakikat masyarakat itu
7. Apakah isi Kurikulum yang relevan dengan pendidikan ideal
8. Bagaimana metode pendidikan yang efektif
9. Bagaimana asas penyelenggaraan pendidikan yang baik

3. Pendekatan-Pendekatan Filsafat Pendidikan
1.Pendekatan Tradisional yaitu untuk memecahkan problem hidup dan kehidupan manusia sepanjang perkembangannya dalam bentuk yang murni
2.Pendekatan yang bersifat Progresive yaitu yang bersifat kritis untuk memecahkan problematika pendidikan masa kini .

4. Pendeketan dalam teori pendidikan
A. Pendekatan Sains:Suatu pengkajian dengan menggunakan sain untuk mempelajari,menelaah dan memecahkan masalah pendidikan (Deskriptif analitis=Ilmiah) Jenis Sain pendidikan: Sosiologi Pendidikan,Psikologi Pendidikan,Evaluasi pendidikan,Adm Pendidikan
B. Pendekatan Filosofis=Memecahkan Masalah dengan metode filsafat (sinopsis merumuskan Apa dan Bagaimana)
C. Pendekatan Religi:Ajaran religi dijadikan sumber inspirasi untuk menyusun teori dan konsep pendidikan
D. Pendekatan Multidisiplin yaitu pendekatan menyeluruh (holistik)
E. Pendekatan Penulisan; Mengkaji pendekatan salah satu dari pendekatan diatas.

5 Obyek Materi dan Formal Filsafat
• Obyek Materi
- Masalah Tuhan
- Masalah Alam
- Masalah Manusia
• Obyek Formal
-Mencari keterangan sedalam-dalamnya sampai ke akar persoalan tersebut


II. LATAR BELAKANG MUNCULNYA FILSAFAT PENDIDIKAN

• MANUSIA DENGAN CIPTA,RASA DAN KARSA.
• CIPTA:PEMUNCULAN SESUATU YANG BELUM PERNAH ADA ATAU PIKIRAN
• RASA:PERNYATAAN TENTANG SESUATU YANG BERSANGKUT PAUT DENGAN JIWA SESEORANG
• KARSA: SUATU TENAGA YANG BEKERJA DAN DATANG DARI DALAM DIRI SESEORANG
Lahirnya filsafat pendidikan,sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri,lahir sebagai disiplin ilmu pendidikan pada tahun 1908 dinegara bagian anglo saxon dengan judul”PHILOSOPHY of EDUCATION

1. ASUMSI LAHIRNYA FILSAFAT PENDIDIKAN

1.Ilmu pendidikan adalah ilmu pengetahuan normatif yang merupakan disiplin ilmu yang merumuskan kaidah,norma,dan nilai yang dijadikan ukuran tingkah laku
2.Ilmu Pendidikan adalah ilmu pengetahuan praktis,yaitu sebagai penyalur dan pelestarian nilai-nilai dari aspek kebudayaan dari generasi ke generasi.

2. Problema yang dihadapi filsafat & Pendidikan

1.Ontologi= (Realita) kebenaran =Ada & Apa
a. Apakah alam semesta memiliki bentuk rasional
b. Apakah dinamakan jiwa merupakan kenyataan dalam diri atau hanya bentuk materi gerak
c.Siapakah manusia,dari mana dan hendak kemana
d.apakah alam semesta terjadi dengan sendirinya atau ada yang menciptakakannya.

2.Epistimologi (Pengetahuan) tata kerjanya:
a. Bagaimana terminologinya
b. Bagaimana filsafatnya
c. Bagaimana sistimatikanya
d. Bagaimana teori & tekniknya
e. Bagaimana asas atau dasarnya

3.Aksiologi ( Nilai)=penerapan Ilmu
(Apakah kebaikan tertinggi itu?) Teori Moral
(Apakah perilaku antar manusia yang baik itu?)


3.Alasan dasar filsafat pendidikan dipelajari guru
1. Karena setiap individu bertindak termasuk dalam pendidikan
2. Karena setiap individu bertanggung jawab dalam pendidikan
3. Karena setiap individu memiliki filsafat hidup sendiri-sendiri
4. Untuk menentukan arah dan pikiran yang diinginkan dari aliran filsafat tersebut
5. Sebagai ilmu yang berdiri sendiri.

4 TEORI-TEORI FILSAFAT PENDIDIKAN

 TEORI EMPIRISME:(JOHN LOCKE(1632-1704) Mengajarkan bahwa perkembanan pribadi ditentukan oleh faktor lingkungan,terutama pendidikan” setiap individu lahir sebaai kertas putih dan lingkungan itu yang menulisinya ( Teori Tabula-rasa) Faktor pengalaman dari lingkungan yang menentukan pribadi seseorang.(jadi lingkungan relatif dapat diatur dan dikuasai oleh manusia)
( Bandingkan dengan hadits nabi bahwa anak yang lahir suci kedua orang tua yang membuat majusi atau yahudi) (aliran yang optimis)

 TEORI NATIVISME (ARTHUR SCHOPENHAUER 1788-1860) Berpendapat bahwa perkembangan pribadi manusia ditentukan oleh heriditas (kodrati) pembawaan dari sejak lahir tak dapat diubah oleh pengaruh alam sekitarnya/pendidikan. (pesimistis)

 TEORI KONVERGENSI ( WILLIAM STREN 1871-1938) Berpendapat bahwa pribadi manusi ditentukan oleh kedua faktor yaitu Internal (heriditas/Pembawaan )dan Ekstrenal (lingkungan/Pendidikan) .heriditas yang baik apabila apabila tanpa pengaruh lingkungan yang baik tidak akan membina kepribadian yang ideal (begitu sebaliknya)
ketiga aliran ini dikenal dengan Emprisme,Idealisme dan Realisme



5. ALIRAN-ALAIRAN DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN
Di dunia dikenal beberapa aliran utama filsafat pendidikan yang di antaranya dapat disajikan berikut ini:
1. Perennialisme
Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme berasal dari kata perennial yang berarti abadi, kekal atau selalu. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Perenialisme menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Jalan yang ditempuh oleh kaum perenialis adalah dengan jalan mundur ke belakang, dengan menggunakan kembali nilai – nilai atau prinsip – prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kuat, kukuh pada zaman kuno dan abad pertengahan.
Dalam pendidikan, kaum perenialis berpandangan bahwa dalam dunia yang tidak menentu dan penuh kekacauan serta mambahayakan tidak ada satu pun yang lebih bermanfaat daripada kepastian tujuan pendidikan, serta kestabilan dalam perilaku pendidik. Mohammad Noor Syam (1984) mengemukakan pandangan perenialis, bahwa pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya pada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh. Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan ideal.

PANDANGAN MENGENAI KENYATAAN
Perenialisme berpendapat bahwa apa yang dibutuhkan manusia terutama ialah jaminan bahwa “reality is universal that is every where and at every moment the same “ (2:299) “ realita itu bersifat universal bahwa realita itu ada di mana saja dan sama di setiap waktu.” Dengan keputusan yang bersifat ontologism kita akan sampai pada pengertian – pengerian hakikat. Ontologi perenialisme berisikan pengertian : benda individual, esensi, aksiden dan substansi.
• Benda individual adalah benda yang sebagaimana nampak di hadapan manusia yang dapat ditangkap oleh indera kita seperti batu, kayu,dll
• Esensi dari sesuatu adalah suatu kualitas tertentu yang menjadikan benda itu lebih baik intrinsic daripada halnya, misalnya manusia ditinjau dari esensinya adalah berpikir
• Aksiden adalah keadaan khusus yang dapat berubah – ubah dan sifatnya kurang penting dibandingkan dengan esensialnya, misalnya orang suka barang – barang antic
• Substansi adalah suatu kesatuan dari tiap –tiap hal individu dari yang khas dan yang universal, yang material dan yang spiritual.
Menurut Plato, perjalanan suatu benda dalam fisika menerangkan ada 4 kausa.
• Kausa materialis yaitu bahan yang menjadi susunan sesuatu benda misalnya telor, tepung dan gula untuk roti
• Kausa formalis yaitu sesuatu dipandang dari formnya, bentuknya atau modelnya, misalnya bulat, gepeng, dll
• Kausa efisien yaitu gerakan yang digunakan dalam pembuatan sesuatu cepat, lambat atau tergesa – tergesa,dll
• Kausa finalis adalah tujuan atau akhir dari sesuatu. Katakanlah tujuan pembuatan sebuah patung.
PANDANGAN MENGENAI NILAI

Perenialisme berpandangan bahwa persoalan nilai adalah persoalan spiritual, sebab hakikat manusia adalah pada jiwanya. Sedangkan perbuatan manusia merupakan pancaran isi jiwanya yang berasal dari dan dipimpin oleh Tuhan. Secara teologis, manusia perlu mencapai kebaikan tertinggi, yaitu nilai yang merupakan suatu kesatuan dengan Tuhan. Untuk dapat sampai kesana manusia harus berusaha dengan bantuan akal rationya yang berarti mengandung nilai kepraktisan.
Menurut Aristoteles, kebajikan dapat dibedakan: yaitu yang moral dan yang intelektual. Kebajikan moral adalah kebajikan yang merupakan pembentukan kebiasaan, yang merupakan dasar dari kebajikan intelektual. Jadi, kebajikan intelektual dibentuk oleh pendidikan dan pengajaran. Kebajikan intelektual didasari oleh pertimbangan dan pengawasan akal. Oleh perenialisme estetika digolongkan kedalam filsafat praktis. Kesenian sebagai salah satu sumber kenikmatan keindahan adalah suatu kebajikan intelektual yang bersifat praktis filosofis. Hal ini berarti bahwa di dalam mempersoalkan masalah keindahan harus berakar pada dasar – dasar teologis, ketuhanan.
PANDANGAN MENGENAI PENGETAHUAN

Kepercayaan adalah pangkal tolak perenialisme mengenai kenyataan dan pengetahuan. Artinya sesuatu itu ada kesesuaian antara piker (kepercayaan) dengan benda – benda. Sedang yang dimaksud benda adalah hal – hal yang adanya bersendikan atas prinsip keabadian.Oleh karena itu, menurut perenialisme perlu adanya dalil – dalil yang logis, nalar, sehingga sulit untuk diubah atau ditolak kebenarannya. Menurut Aristoteles, Prinsip – prinsip itu dapat dirinci menjadi :
• Principium identitatis, yaitu identitas sesuatu. Contohnya apabila si Bopeng adalah benar – benar si Bopeng ia todak akan menjadi Si Panut.
• Principium contradiksionis ( prinsipium kontradiksionis), yaitu hukum kontradiksi (berlawanan). Suatu pernyataan pasti tidak mengandung sekaligus kebenaran dan kesalahan, pasti hanya mengandung satu kenyataan yakni benar atau salah.
• Principium exelusi tertii (principium ekselusi tertii), tidak ada kemungkinan ketiga. Apabila pernyataan atau kebenaran pertama salah, pasti pernyataan kedua benar dan sebaliknya apabila pernyataan pertama benar pasti pernyataan yang berikutnya tidak benar.
• Principium rationis sufisientis. Prinsip ini pada dasarnya mengetengahkan apabila barang sesuatu dapat diketahui asal muasalnya pasti dapat dicari pula tujuan atau akibatnya.
Perenialisme mengemukakan adanya hubungan antara ilmu pengetahuan dengan filsafat.
• Science sebagai ilmu pengetahuan
Science yang meliputi biologi, fisika, sosiologi, dan sebagainya ialah pengetahuan yang disebut sebagai “empiriological analysis” yakni analisa atas individual things dan peristiwa – peristiwa pada tingkat pengalaman dan bersifat alamiah. Science seperti ini dalam pelaksanaan analisa dan penelitiannya mempergunakan metode induktif. Selain itu, juga mempergunakan metode deduktif, tetapi pusat penelitiannya ialah meneliti dan mencoba dengan data tertentu yang bersifat khusus.
• Filsafat sebagai pengetahuan
Menurut perenialisme, fisafat yang tertinggi ialah “ilmu” metafisika. Sebab, science dengan metode induktif bersifat empiriological analysis (analisa empiris); kebenarannya terbatas, relatif atau kebenarannya probability. Tetapi filsafat dengan metode deduktif bersifat ontological analysis, kebenaran yang dihasilkannya universal, hakiki, dan berjalan dengan hukum – hukum berpikir sendiri, berpangkal pada hukum pertama; bahwa kesimpulannya bersifat mutlak, asasi. Hubungan filsafat dan pengetahuan tetap diakui urgensinya, sebab analisa empiris dan analisa ontology keduanya dianggap perenialisme dapat komplementatif. Tetapi filsafat tetap dapat berdiri sendiri dan ditentukan oleh hukum –hukum dalam filsafat sendiri, tanpa tergantung kepada ilmu pengetahuan.
PANDANGAN TENTANG PENDIDIKAN

Teori atau konsep pendidikan perenialisme dilatarbelakangi oleh filsafat – filsafat Plato sebagai Bapak Idealisme Klasik, filsafat Aristoteles sebagai Bapak Realisme Klasik, dan filsafat Thomas Aquina yang mencoba memadukan antara filsafat Aristoteles dengan ajaran Gereja Katolik yang tumbuh pada zamannya
1. Plato

Plato (427-347 SM), hidup pada zaman kebudayaan yang sarat dengan ketidakpastian, yaitu fisafat sofisme. Ukuran kebenaran dan ukuran moral menurut sofisme adalah manusia secara pribadi, sehingga pada zaman itu tidak ada kepastian dalam moral dan kebenaran, tergantung pada masing – masing individu. Plato berpandangan bahwa realitas yang hakiki itu tetap tidak berubah karena telah ada pada diri manusia sejak dari asalnya. Menurut Plato, “dunia idea”, yang bersumber dari ide mutlak, yaitu Tuhan. Manusia menemukan kebenaran, pengetahuan, dan nilai moral dengan menggunakan akal atau ratio.
Tujuan utama pendidikan adalah membina pemimpin yang sadar akan asas normative dan melaksanakannya dalam semua aspek kehidupan. Masyarakat yang ideal adalah masyarakat adil sejahtera. Manusia yang terbaik adalah manusia yang hidup atas dasar prinsip “idea mutlak”, yaitu suatu prinsip mutlak yang menjadi sumber realitas semesta dan hakikat kebenaran abadi yang transcendental yang membimbing manusia untuk menemukan criteria moral, politik, dan social serta keadilan. Ide mutlak adalah Tuhan
2. Aristoteles

Aristoteles (384 – 322 SM) adalah murid Plato, namun dalam pemikirannya ia mereaksi terhadap filsafat gurunya, yaitu idealisme. Hasil pemikirannya disebut filsafat realisme. Ia mengajarkan cara berpikir atas prinsip realistis, yang lebih dekat pada alam kehidupan manusia sehari – hari. Menurut Aristoteles, manusia adalah makhluk materi dan rohani sekaligus. Sebagai materi, ia menyadari bahwa manusia dalam hidupnya berada dalam kondisi alam materi dan social. Sebagai makhluk rohani, manusia sadar ia akan menuju pada proses yang lebih tinggi yang menuju kepada manusia ideal
Perkembangan budi merupakan titik pusat perhatian pendidikan dengan filsafat sebagai alat mencapainya. Ia menganggap penting pula pembentukan kebiasaan pada tingkat pendidikan usia muda dalam menanamkan kesadaran menurut aturan moral. Aristoteles juga menganggap kebahagiaan sebagai tujuan dari pendidikan yang baik. Ia mengembangkan individu secara bulat, totalitas. Aspek – aspek jasmaniah, emosi, dan intelek sama dikembangkan, walaupun ia mengakui bahwa “kebahagiaan tertinggi ialah kehidupan berpikir” (2:317)
3. Thomas Aquinas

Thomas berpendapat pendidikan adalah menuntun kemampuan – kemampuan yang masih tidur menjadi aktif atau nyata tergantung pada kesadaran tiap –tiap individu. Seorang guru bertugad untuk menolong membangkitkan potensi yang masih tersembunyi dari anak agar menjadi aktif dan nyata. Menurut J.Maritain, norma fundamental pendidikan adalah
:
• Cinta kebenaran
• Cinta kebaikan dan keadilan
• Kesederhanaan dan sifat terbuka terhadap eksistensi
• Cinta kerjasama
Kaum perenialis juga percaya bahwa dunia alamiah dan hakikat manusia pada dasarnya tetap tidak berubah selam berabad – abad : jadi, gagasan – gagasan besar terus memiliki potensi yang paling besar untuk memecahkan permasalahan – permasalahan di setiap zaman. Selain itu, filsafat perenialis menekankan kemampuan – kemampuan berpikir rasional manusia sehingga membedakan mereka dengan binatang – binatang lain.
PANDANGAN MENGENAI BELAJAR

Teori dasar dalam belajar menurut perenialisme adalah :
1 Mental disiplin sebagai teori dasar
Penganut perenialisme sependapat bahwa latihan dan pembinaan berpikir (mental discipline) adalah salah satu kewajiban tertinggi dari belajar, atau keutamaan dalam proses belajar (yang tertinggi). Karena itu teori dan program pendidikan pada umumnya dipusatkan kepada pembinaan kemampuan berpikir.
2 Rasionalitas dan Asas Kemerdekaan.
Asas berpikir dan kemerdekaan harus menjadi tujuan utama pendidikan ; otoritas berpikir harus disempurnakan sesempurna mungkin. Dan makna kemerdekaan pendidikan ialah membantu manusia untuk menjadi dirinya sendiri, be him-self, sebagai essential-self yang membedakannya daripada makhluk- makhluk lain. Fungsi belajar harus diabdikan bagi tujuan ini, yaitu aktualitas manusia sebagai makhluk rasional yang dengan itu bersifat merdeka.
3Learning to Reason ( Belajar untuk Berpikir)
Perenialisme tetap percaya dengan asas pembentukan kebiasaan dalam permulaan pendidikan anak. Kecakapan membaca, menulis dan berhitung merupakan landasan dasar. Dan berdasarkan pentahapan itu, maka learning to reason menjadi tujuan pokok pendidikan sekolah menengah dan pendidikan tinggi.
4 Belajar sebagai Persiapan Hidup
Bagi Thomisme, belajar untuk berpikir dan belajar untuk persiapan hidup (dalam masyarakat) adalah dua langkah pada jalan yang sama, yakni menuju kesempurnaan hidup, kehidupan duniawi menuju kehidupan syurgawi.
5 Learning through Teaching (belajar melalui Pengajaran)
Adler membedakan antara “learning by instruction” dan “learning by discovery”, penyelidikan tanpa bantuan guru. Dan sebenarnya learning by instruction adalah dasar dan menuju learning by discovery, sebagai self education. Menurut perenialisme, tugas guru bukanlah perantara antara dunia dengan jiwa anak, melainkan guru juga sebagai “murid” yang mengalami proses belajar sementara mengajar. Guru mengembangkan potensi – potensi self discovery ; dan ia melakukan “moral authority”atas murid –muridnya, karena ia adalah seorang professional yang qualified dan superior dibandingkan muridnya.
2. Esensialisme
(a) Berkaitan dengan hal-hal esensial atau mendasar yang seharusnya manusia tahu dan menyadari sepenuhnya tentang dunia dimana mereka tinggal dan juga bagi kelangsungan hidupnya. (b) Menekankan data fakta dengan kurikulum yang tampak bercorak vokasional. (c) Konsentrasi studi pada materi-materi dasar tradisional seperti: membaca, menulis, sastra, bahasa asing, matematika, sejarah, sains, seni dan musik. (d) Pola orientasinya bergerak dari skill dasar menuju skill yang bersifat semakin kompleks. (e) Perhatian pada pendidikan yang bersifat menarik dan efisien. (f) Yakin pada nilai pengetahuan untuk kepentingan pengetahuan itu sendiri. (g) Disiplin mental diperlukan untuk mengkaji informasi mendasar tentang dunia yang didiami serta tertarik pada kemajuan masyarakat teknis.
3. Progresivisme
(a) Suka melihat manusia sebagai pemecah persoalan (problem-solver) yang baik. (b) Oposisi bagi setiap upaya pencarian kebenaran absolut. (c) Lebih tertarik kepada perilaku pragmatis yang dapat berfungsi dan berguna dalam hidup. (d) Pendidikan dipandang sebagai suatu proses. (e) Mencoba menyiapkan orang untuk mampu menghadapi persoalan aktual atau potensial dengan keterampilan yang memadai. (f) Mempromosikan pendekatan sinoptik dengan menghasilkan sekolah dan masyarakat bagi humanisasi. (g) Bercorak student-centered. (h) Pendidik adalah motivator dalam iklim demoktratis dan menyenangkan. (i) Bergerak sebagai eksperimentasi alamiah dan promosi perubahan yang berguna untuk pribadi atau masyarakat.
4. Rekonstruksionisme
(a) Promosi pemakaian problem solving tetapi tidak harus dirangkaikan dengan penyelesaian problema sosial yang signifikan. (b) Mengkritik pola life-adjustment (perbaikan tambal-sulam) para Progresivist. (c) Pendidikan perlu berfikir tentang tujuan-tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Untuk itu pendekatan utopia pun menjadi penting guna menstimuli pemikiran tentang dunia masa depan yang perlu diciptakan. (d) Pesimis terhadap pendekatan akademis, tetapi lebih fokus pada penciptaan agen perubahan melalui partisipasi langsung dalam unsur-unsur kehidupan. (e) Pendidikan berdasar fakta bahwa belajar terbaik bagi manusia adalah terjadi dalam aktivitas hidup yang nyata bersama sesamanya. (f) Learn by doing! (Belajar sambil bertindak).
5. Eksistensialisme
(a) Menekankan pada individual dalam proses progresifnya dengan pemikiran yang merdeka dan otentik. (b) Pada dasarnya perhatian dengan kehidupan sebagai apa adanya dan tidak dengan kualitas-kualitas abstraknya. (c) Membantu individu memahami kebebasan dan tanggung jawab pribadinya. Jadi, menggunakan pendidikan sebagai jalan mendorong manusia menjadi lebih terlibat dalam kehidupan sebagaimana pula dengan komitmen tindakannya. (d) Individu seharusnya senantiasa memperbaiki diri dalam kehidupan dunia yang terus berubah. (e) Menekankan pendekatan “I-Thou” (Aku-Kamu) dalam proses pendidikan, baik guru maupun murid. (f) Promosikan pendekatan langsung-mendalam (inner-directed) yang humanistik; dimana siswa bebas memilih kurikulum dan hasil pendidikannya.
6. Behavioral Engineering (Rekayasa Perilaku)
(a) Kehendak bebas adalah ilusi (Free-will is illusory). (b) Percaya bahwa sikap manusia kebanyakan merefleksikan tingkah laku dan tindakan yang terkondisikan oleh lingkungan. (c) Memakai metode pengkondisian sebagai cara untuk mengarahkan sikap manusia. (d) Pendidik perlu membangun suatu lingkungan pendidikan dimana individu didorong melalui ganjaran dan hukuman untuk kebaikan mereka dan orang lain.
7 PRAGMATISME PENDIDIKAN
A. Pengantar
Pragmatisme (dari bahasa Yunani: pragma, artinya yang dikerjakan, yang dilakukan, perbuatan, tindakan) merupakan sebutan bagi filsafat yang dikembangkan oleh William James (1842 - 1910) di Amerika Serikat. Menurut filsafat ini, benar tidaknya suatu ucapan, dalil atau teori semata-mata bergantung pada manusia dalam bertindak. Istilah pragmaticisme ini diangkat pada tahun 1865 oleh Charles S. Pierce (1839-1914) sebagai doktrin pragmatisme. Doktrin dimaksud selanjutnya diumumkan pada tahun 1978.
Diakui atau tidak, paham pragmatisme menjadi sangat berpengaruh dalam pola pikir bangsa Amerika Serikat. Pengaruh pragmatisme menjalar di segala aspek kehidupan, tidak terkecuali di dunia pendidikan. Salah satu tokoh sentral yang sangat berjasa dalam pengembangan pragmatisme pendidikan adalah John Dewey (1859 - 1952). Pragmatisme Dewey merupakan sintensis pemikiran-pemikiran Charles S. Pierce dan William James. Dewey mencapai popularitasnya di bidang logika, etika epistemologi, filsafat politik, dan pendidikan. Makalah ini sendiri selanjutnya akan mendeskripsikan pemikiran John Dewey tentang pragmatisme pendidikan.
B. Kehidupan John Dewey
John Dewey merupakan filosof, psikolog, pendidik dan kritikus sosial Amerika. Ia dilahirkan di Burlington, Vermont, tepatnya tanggal 20 Oktober 1859. Pada tahun 1875, Dewey masuk kuliah di University of Vermont dengan spesifikasi bidang filsafat dan ilmu-ilmu sosial. Setelah tamat, ia mengajar sastra klasik, sains, dan aljabar di sebuah sekolah menengah atas di Oil City, Pensylvania tahun 1879-1881. Bersama gurunya, H.A.P. Torrey, Dewey juga menjadi tutor pribadi di bidang filsafat. Selain itu, Dewey juga belajar logika kepada Charles S. Pierce dan C.S. Hall, salah seorang psikolog eksperimental Amerika. Selanjutnya, Dewey melanjutkan studinya dan meraih gelar doktor dari John Hopkins University tahun 1884 dengan disertasi tentang filsafat Kant.
Dewey kemudian mengajar di University of Michigan (1884-1894), menjadi kepala jurusan filsafat, psikologi dan pendidikan di University of Chicago tahun 1894. Pada tahun 1899, Dewey menulis buku The School and Society, yang memformulasikan metode dan kurikulum sekolah yang membahas tentang pertumbuhan anak. Dewey banyak menulis masalah-masalah sosial dan mengkritik konfrontasi demokrasi Amerika, ikut serta dalam aktifitas organisasi sosial dan membantu mendirikan sekolah baru bagi Social Reseach tahun 1919 di New York.
Sebagian besar kehidupan Dewey dihabiskan dalam dunia pendidikan. Lembaga-lembaga pendidikan yang disinggahi Dewey adalah University of Michigan, University of Colombia dan University of Chicago. Tahun 1894 Dewey memperoleh gelar Professor of Philosophy dari Chicago University. Dewey akhirnya meninggal dunia tanggal 1 Juni 1952 di New York dengan meninggalkan tidak kurang dari 700 artikel dan 42 buku dalam bidang filsafat, pendidikan, seni, sains, politik dan pembaharuan sosial.
Diantara karya-karya Dewey yang dianggap penting adalah Freedom and Cultural, Art and Experience, The Quest of Certainty Human Nature and Conduct (1922), Experience and Nature (1925), dan yang paling fenomenal Democracy and Education (1916).
Gagasan filosofis Dewey yang terutama adalah problem pendidikan yang kongkrit, baik yang bersifat teoritis maupun praktis. Reputasinya terletak pada sumbangan pemikirannya dalam filsafat pendidikan progresif di Amerika. Pengaruh Dewey di kalangan ahli filsafat pendidikan dan filsafat umumnya tentu sangat besar. Namun demikian, Dewey juga memiliki sumbangan di bidang ekonomi, hukum, antropologi, politik serta ilmu jiwa.
C. Sekilas Tentang Pragmatisme
Pragmatisme pada dasarnya merupakan gerakan filsafat Amerika yang begitu dominan selama satu abad terakhir dan mencerminkan sifat-sifat kehidupan Amerika. Demikian dekatnya pragmatisme dangan Amerika sehingga Popkin dan Stroll menyatakan bahwa pragmatisme merupakan gerakan yang berasal dari Amerika yang memiliki pengaruh mendalam dalam kehidupan intelektual di Amerika. Bagi kebanyakan rakyat Amerika, pertanyaan-pertanyaan tentang kebenaran, asal dan tujuan, hakekat serta hal-hal metafisis yang menjadi pokok pembahasan dalam filsafat Barat dirasakan amat teoritis. Rakyat Amerika umumya menginginkan hasil yang kongkrit. Sesuatu yang penting harus pula kelihatan dalam kegunaannya. Oleh karena itu, pertanyan what is harus dieliminir dengan what for dalam filsafat praktis.
Membicarakan pragmatisme sebagai sebuah paham dalam filsafat, tentu tidak dapat dilepaskan dari nama-nama seperti Charles S. Pierce, William Jamess dan John Dewey. Meskipun ketiga tokoh tersebut dimasukkan dalam kelompok aliran pragmatisme, namun diantara ketiganya memiliki fokus pembahasan yang berbeda. Charles S. Pierce lebih dekat disebut filosof ilmu, sedangkan William James disebut filosof agama dan John Dewey dikelompokkan pada filosof sosial.
Pragmatisme sebagai suatu interpretasi baru terhadap teori kebenaran oleh Pierce digagas sebagai teori arti. Dalam kaitan dengan ini, dinyatakan: According to the pragmatic theory of truth, a proposition is true in so far as it works or satisfies, working or satisfying being described variously by different exponent on the view (Menurut teori pragmatis tentang kebenaran, suatu proposisi dapat disebut benar sepanjang proposisi itu berlaku [works] atau memuaskan [satisfies], berlaku dan memuaskannya itu diuraikan dengan berbagai ragam oleh para pengamat teori tersebut).
Sementara itu, James menominalisasikan pragmatisme sebagai teori cash value. James kemudian menyatakan: "True ideas are those that we can assimilate, validate, corrobrate, and verify. False ideas are those that we can not" (Ide-ide yang benar menurut James adalah ide-ide yang dapat kita serasikan, kita umumkan berlakunya, kita kuatkan dan kita periksa. Sebaliknya ide yang salah adalah ide yang tidak demikian).
Untuk membedakan dengan dua pendahulunya tersebut, Dewey menamakan pragmatisme sebagai instrumentalisme. Instrumentalisme sebenarnya sebutan lain dari filsafat pragmatisme, selain eksperimentalisme. Pierce memaksudkan pragmatisme untuk membuat pikiran biasa menjadi ilmiah, tetapi James memandangnya sebagai sebuah filsafat yang dapat memecahkan masalah-masalah metafisik dan agama. Bahkan lebih jauh, James menganggapnya sebagai theory of meaning dan theory of truth.
Dewey merumuskan esensi instrumentalisme pragmatis sebagai to conceive of both knowledge and practice as means of making good excellencies of all kind secure in experienced existence. Demikianlah, Dewey memberikan istilah pragmatisme dengan instrumentalism, operationalism, functionalism, dan experimentalism. Disebut demikian karena menurut aliran ini bahwa ide, gagasan, pikiran, dan inteligent merupakan alat atau instrumen untuk mengatasi kesulitan atau persoalan yang dihadapi manusia.


D. Pemikiran John Dewey Tentang Pendidikan
1. Pengalaman dan Pertumbuhan
Pemikiran John Dewey banyak dipengaruhi oleh teori evolusi Charles Darwin (1809-1882) yang mengajarkan bahwa hidup di dunia ini merupakan suatu proses, dimulai dari tingkatan terendah dan berkembang maju dan meningkat. Hidup tidak statis, melainkan bersifat dinamis. All is in the making, semuanya dalam perkembangan. Pandangan Dewey mencerminkan teori evolusi dan kepercayaannya pada kapasitas manusia dalam kemajuan moral dan lingkungan masyarakat, khusunya malalui pendidikan.
Menurut Dewey, dunia ini penciptaannya belum selesai. Segala sesuatu berubah, tumbuh, berkembang, tidak ada batas, tidak statis, dan tidak ada finalnya. Bahkan, hukum moral pun berubah, berkembang menjadi sempurna. Tidak ada batasan hukum moral dan tidak ada prinsip-prinsip abadi, baik tingkah laku maupun pengetahuan.
Pengalaman (experience) adalah salah satu kunci dalam filsafat instrumentalisme. Pengalaman merupakan keseluruhan aktivitas manusia yang mencakup segala proses yang saling mempengaruhi antara organisme yang hidup dalam lingkungan sosial dan fisik. Filsafat instrumentalisme Dewey dibangun berdasarkan asumsi bahwa pengetahuan berpangkal dari pengalaman-pengalaman dan bergerak kembali menuju pengalaman. Untuk menyusun kembali pengalaman-pengalaman tersebut diperlukan pendidikan yang merupakan transformasi yang terawasi dari keadaan tidak menentu ke arah keadaan tertentu. Pandangan Dewey mengenai pendidikan tumbuh bersamaan dengan kerjanya di laboratorium sekolah untuk anak-anak di University of Chicago. Di lembaga ini, Dewey mencoba untuk mengupayakan sekolah sebagai miniatur komunitas yang menggunakan pengalaman-pengalaman sebagai pijakan. Dengan model tersebut, siswa dapat melakukan sesuatu secara bersama-sama dan belajar untuk memantapkan kemampuannya dan keahliannya.
Sebagai tokoh pragmatisme, Dewey memberikan kebenaran berdasarkan manfaatnya dalam kehidupan praktis, baik secara individual maupun kolektif. Oleh karenanya, ia berpendapat bahwa tugas filsafat memberikan garis-garis arahan bagi perbuatan. Filsafat tidak boleh tenggelam dalam pemikiran metafisik yang sama sekali tidak berfaedah. Filsafat harus berpijak pada pengalaman dan menyelidiki serta mengolah pengalaman tersebut secara aktif dan kritis. Dengan cara demikian, filsafat menurut Dewey dapat menyusun norma-norma dan nilai-nilai.
2. Tujuan Pendidikan
Dalam menghadapi industrialisasi Eropa dan Amerika, Dewey berpendirian bahwa sistem pendidikan sekolah harus diubah. Sains, menurutnya, tidak mesti diperoleh dari buku-buku, melainkan harus diberikan kepada siswa melalui praktek dan tugas-tugas yang berguna. Belajar harus lebih banyak difokuskan melalui tindakan dari pada melalui buku. Dewey percaya terhadap adanya pembagian yang tepat antara teori dan praktek. Hal ini membuat Dewey demikian lekat dengan atribut learning by doing. Yang dimaksud di sini bukan berarti ia menyeru anti intelektual, tetapi untuk mengambil kelebihan fakta bahwa manusia harus aktif, penuh minat dan siap mengadakan eksplorasi.
Dalam masyarakat industri, sekolah harus merupakan miniatur lokakarya dan miniatur komunitas. Belajar haruslah dititiktekankan pada praktek dan trial and error. Akhirnya, pendidikan harus disusun kembali bukan hanya sebagai persiapan menuju kedewasaan, tetapi pendidikan sebagai kelanjutan pertumbuhan pikiran dan kelanjutan penerang hidup. Sekolah hanya dapat memberikan kita alat pertumbuhan mental, sedangkan pendidikan yang sebenarnya adalah saat kita telah meninggalkan bangku sekolah, dan tidak ada alasan mengapa pendidikan harus berhenti sebelum kematian menjemput.
Tujuan pendidikan adalah efisiensi sosial dengan cara memberikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan demi pemenuhan kepentingan dan kesejahteraan bersama secara bebas dan maksimal. Tata susunan masyarakat yang dapat menampung individu yang memiliki efisiensi di atas adalah sistem demokrasi yang didasarkan atas kebebasan, asas saling menghormati kepentingan bersama, dan asas ini merupakan sarana kontrol sosial. Mengenai konsep demokrasi dalam pendidikan, Dewey berpendapat bahwa dalam proses belajar siswa harus diberikan kebebasan mengeluarkan pendapat. Siswa harus aktif dan tidak hanya menerima pengetahuan yang diberikan oleh guru. Begitu pula, guru harus menciptakan suasana agar siswa senantiasa merasa haus akan pengetahuan.
Karena pendidikan merupakan proses masyarakat dan banyak terdapat macam masyarakat, maka suatu kriteria untuk kritik dan pembangunan pendidikan mengandung cita-cita utama dan istimewa. Masyarakat yang demikian harus memiliki semacam pendidikan yang memberikan interes perorangan kepada individu dalam hubungan kemasyarakatan dan mempunyai pemikiran yang menjamin perubahan-perubahan sosial.
Dasar demokrasi adalah kepercayaan dalam kapasitasnya sebagai manusia. Yakni, kepercayaan dalam kecerdasan manusia dan dalam kekuatan kelompok serta pengalaman bekerja sama. Hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa semua dapat menumbuhkan dan membangkitkan kemajuan pengetahuan dan kebijaksanaan yang dibutuhkan dalam kegiatan bersama.
Ide kebebasan dalam demokrasi bukan berarti hak bagi individu untuk berbuat sekehendak hatinya. Dasar demokrasi adalah kebebasan pilihan dalam perbuatan (serta pengalaman) yang sangat penting untuk menghasilkan kemerdekaan inteligent. Bentuk-bentuk kebebasan adalah kebebasan dalam berkepercayaan, mengekspresikan pendapat, dan lain-lain. Kebebasan tersebut harus dijamin, sebab tanpa kebebasan setiap individu tidak dapat berkembang.
Filsafat tidak dapat dipisahkan dari pendidikan, karena filsafat pendidikan merupakan rumusan secara jelas dan tegas membahas problema kehidupan mental dan moral dalam kaitannya dengan menghadapi tantangan dan kesulitan yang timbul dalam realitas sosial dewasa ini. Problema tersebut jelas memerlukan pemecahan sebagai solusinya. Pikiran dapat dipandang sebagai instrumen yang dapat menyelesaikan problema dan kesulitan tersebut.
Di dalam filsafat John Dewey disebutkan adanya experimental continum atau rangkaian kesatuan pengalaman, yaitu proses pendidikan yang semula dari pengalaman menuju ide tentang kebiasaan (habit) dan diri (self) kepada hubungan antara pengetahuan dan kesadaran, dan kembali lagi ke pendidikan sebagai proses sosial. Kesatuan rangkaian pengalaman tersebut memiliki dua aspek penting untuk pendidikan, yaitu hubungan kelanjutan individu dan masyarakat serta hubungan kelanjutan pikiran dan benda.
A. Tinjauan Kritis
Satu hal yang harus digarisbawahi adalah bahwa pragmatisme merupakan filsafat bertindak. Dalam menghadapi berbagai persoalan, baik bersifat psikologis, epistemologis, metafisik, religius dan sebagainya, pragmatisme selalu mempertanyakan bagaimana konsekuensi praktisnya. Setiap solusi terhadap masalah apa pun selalu dilihat dalam rangka konsekuansi praktisnya, yang dikaitkan dengan kegunaannya dalam hidup manusia. Dan konsekuensi praktis yang berguna dan memuaskan manusia itulah yang membenarkan tindakan tadi.
Dalam rangka itulah, kaum pragmatis tidak mau berdiskusi bertele-tele, bahkan sama sekali tidak menghendaki adanya diskusi, malainkan langsung mencari tindakan yang tepat untuk dijalankan dalam situasi yang tepat pula. Kaum pragmatis adalah manusia-manusia empiris yang sanggup bertindak, tidak terjerumus dalam pertengkaran ideologis yang mandul tanpa isi, melainkan secara nyata berusaha memecahkan masalah yang dihadapi dengan tindakan yang konkrit.
Karenanya, teori bagi kaum pragmatis hanya merupakan alat untuk bertindak, bukan untuk membuat manusia terbelenggu dan mandeg dalam teori itu sendiri. Teori yang tepat adalah teori yang berguna, yang siap pakai, dan yang dalam kenyataannya berlaku, yaitu yang mampu memungkinkan manusia bertindak secara praktis. Kebenaran suatu teori, ide atau keyakinan bukan didasarkan pada pembuktian abstrak yang muluk-muluk, melainkan didasarkan pada pengalaman, pada konsekuansi praktisnya, dan pada kegunaan serta kepuasan yang dibawanya. Pendeknya, ia mampu mengarahkan manusia kepada fakta atau realitas yang dinyatakan dalam teori tersebut.
Pragmatisme mempunyai dua sifat, yaitu merupakan kritik terhadap pendekatan ideologis dan prinsip pemecahan masalah. Sebagi kritik terhadap pendekatan ideologis, pragmatisme mempertahankan relevansi sebuah ideologi bagi pemecahan, misalnya fungsi pendidikan. Pragmatisme mengkritik segala macam teori tentang cita-cita, filsafat, rumusan-rumusan abstrak yang sama sekali tidak memiliki konsekuansi praktis. Bagi kaum pragmatis, yang penting bukan keindahan suatu konsepsi melainkan hubungan nyata pada pendekatan masalah yang dihadapi masyarakat.
Sebagai prinsip pemecahan masalah, pragmatisme mengatakan bahwa suatu gagasan atau strategi terbukti benar apabila berhasil memecahkan masalah yang ada, mengubah situasi yang penuh keraguan dan keresahan sedemikian rupa, sehingga keraguan dan keresahan tersebut hilang.
Dalam kedua sifat tersebut terkandung segi negatif pragmatisme dan segi-segi positifnya. Pragmatisme, misalnya, mengabaikan peranan diskusi. Justru di sini muncul masalah, karena pragmatisme membuang diskusi tentang dasar pertanggungjawaban yang diambil sebagai pemecahan atas masalah tertentu. Sedangkan segi positifnya tampak pada penolakan kaum pragmatis terhadap perselisihan teoritis, pertarungaan ideologis serta pembahasan nilai-nilai yang berkepanjangan, demi sesegera mungkin mengambil tindakan langsung.
Dalam kaitan dengan dunia pendidikan, kaum pragmatisme menghendaki pembagian yang tetap terhadap persoalan yang bersifat teoritis dan praktis. Pengembangan terhadap yang teoritis akan memberikan bekal yang bersifat etik dan normatif, sedangkan yang praktis dapat mempersiapkan tenaga profesional sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Proporsionalisasi yang teoritis dan praktis itu penting agar pendidikan tidak melahirkan materialisme terselubung ketika terlalu menekankan yang praktis. Pendidikan juga tidak dapat mengabaikan kebutuhan praktis masyarakat, sebab kalau demikian yang terjadi berarti pendidikan tersebut dapat dikatakan disfungsi, tidak memiliki konsekuansi praktis.


Tiga Paradigma Utama Pendidikan
Paradigma adalah world view, cara memandang dunia. Dari suatu paradigma akan terbentuk perilaku yang mencerminkan paradigma yang dianut. Bagaimana suatu pendidikan sebagai sebuah perilaku kolektif dan sistemik memandang dunia, adalah pertanyaan yang harus dijawab sebelum kita menentukan variabel-variabel pendidikan lainnya. Paradigma pendidikan ini ditentukan oleh para pemegang kebijakan sistem pendidikan (stake holder) seperti, pemerintah, kepala sekolah, pemilik yayasan, pimpinan organisasi, dan sebagainya.
Dalam menjawab pertanyaan, bagaimana pendidikan memandang dunia, ada tiga jawaban yang lazimnya muncul. Yang pertama, adalah sistem pendidikan yang memandang realitas luar sebagai sesuatu yang given, telah berlaku dari sononya, tidak bisa/perlu dirubah, bahkan perlu dilestarikan. Inilah sistem pendidikan yang pro status quo. Para ahli filsafat pendidikan mengistilahkannya dengan Pendidikan Konservatif.
Pendidikan konsevatif ini lazim diberlakukan pada negara-negara dengan rezim yang otoriter. Rezim yang menggunakan kekuatan represif untuk membungkam mulut rakyatnya. Rezim ini berusaha untuk mengelabui masyarakatnya bahwa ketidakadilan dan penyakit sosial yang ada (seperti: pengangguran, kriminalitas, konflik sosial, kemiskinan, kebodohan) adalah sesuatu yang terjadi dengan sendirinya, sebagai sebuah determinasi historis (takdir sejarah). Pendidikan ini juga berusaha untuk memisahkan peran pendidikan dengan realitas luar pendidikan. Pendidikan hidup dalam menara gading yang tak tersentuh (karena mahalnya pendidikan) dan tak menyentuh masyarakat banyak. Dari sistem pendidikan seperti inilah akan kita dapati output pendidikan yang gamang ketika kembali ke realitas sosialnya. Persis seperti cerita putra asli pedalaman kalimantan yang pergi menempuh pendidikan di pulau Jawa dan ketika pulang kembali ke Kalimantan hanya menjadi “sampah” masyarakatnya. Dia tidak bisa berbuat apa-apa. Berburu tidak bisa. Bertani/berladang tidak bisa. Bahkan, berenang saja, sebagai suatu keahlian wajib di Kalimantan yang banyak sungai, kagak gape !
Paradigma pendidikan yang kedua adalah paradigma liberal. Paradigma ini memandang bahwa ketidakadilan sosial terjadi karena kelalaian manusia itu sendiri. Kalau ada pengangguran maka itu adalah kesalahan manusianya yang kurang kreatif, tidak berjiwa wirausaha dan malas. Kalau ada kemiskinan kota (poor urban) itu disebabkan karena manusianya yang malas berusaha di desa dan maunya hidup enak saja di kota. Pendidikan ini memang lebih memusatkan pehatiannya pada diri manusia. Untuk itu pendidikan dengan paradigma ini banyak menggelar praktek-praktek pengembangan manusia (istilah yang biasa dipakai adalah human development, self management, melejitkan potensi diri dan sejenisnya). Dari paradigma liberal ini pula lahir pelatihan/training semacam AMT (Achievement Motivation Training) yang disusun oleh David Mc Leland. Pelatihan ini berasumsi bahwa kemelaratan masyarakat disebabkan oleh kurang dimilikinya need of achievement (virus berprestasi) dalam masyarakat itu. Untuk itu training-training AMT banyak digelar oleh negara-negara kaya di negara-negara dunia ketiga (development and under development countries) untuk menyebarkan virus berprestasi di tengah-tengah rakyatnya.
Pendidikan liberal ternyata tidak berperan banyak untuk mengatasi ketimpangan sosial. Ideologi developmentalisme yang berada dibelakang paradigma pendidikan ini malah melahirkan sekelompok masyarakat elit baru yang tidak mau menyentuh masyarakat yang ada dibawahnya. Efek menetes yang diyakini oleh developmentalisme ternyata hanyalah khayalan. Masyarakat bawah enggan disentuh karena dipandang mereka sebagai masyarakat yang malas.
Inilah pola pendidikan yang blaming the victim !
Paradigma pendidikan yang ketiga adalah paradigma pendidikan kritis. Pendidikan kritis memandang, bahwa pendidikan harus secara utuh meresapi dan menyatu di tengah-tengah masyarakatnya. Paradigma ini memandang akar ketidakadilan sosial adalah sistem yang berlaku pada masyarakat itu. Sistem itu dapat berupa sistem politik (yang otoriter dan anti demokrasi), sistem sosial (yang melestarikan kasta-kasta dan menghambat laju mobilitas sosial), sistem ekonomi (yang kapitalistik, dan anti kerakyatan) sistem budaya (yang patriaki dan anti egaliter), bahkan sistem pendidikan itu sendiri (yang menjadi alat pengukuh kekuasaan dan pro status quo). Untuk itu pendidikan kritis berupaya melahirkan individu-individu (dan akhirnya masyarakat) yang mampu mendekonstruksi dan merekonstruksi sistem yang ada. Pola pendidikan inilah yang berupaya untuk diperjuangkan oleh Paulo Freire, seorang ahli pendidikan dari Amerika Latin yang berupaya untuk menghapuskan buta huruf sekaligus menggali akar kemelaratan sosial di Brazilia.
Pola pendidikan yang kritis ini nyatanya tidak diminati oleh para ahli pendidikan (yang memang produk dari pendidikan konservatif) sehingga bentuk prakteknya jarang kita saksikan di Indonesia. Pendidikan ini lebih populer di kalangan aktifis LSM/NGO “kiri” yang anti kemapanan dan pro HAM. Karena itu pula, bangunan ilmiah dari paradigma kritis ini masih terus tumbuh dan berkembang
Kesadaran Manusia
Setiap praktek pendidikan membentuk kesadaran. Kesadaran ini dapat didefinisikan juga sebagai pandangan hidup yang menjadi pola (pattern) yang mempengaruhi penerimaan pengetahuan, sikap dan perilaku yang merupakan hasil transfer dari pendidikan itu. Secara komunal, kesadaran ini akan menjadi kesadaran masyarakat yang mempengaruhi pola hidup masyarakat.
Menurut analisis Freire ada tiga kesadaran yang menjadi turunan dari tiga paradigma pendidikan di atas.
Pertama, adalah kesadaran magis. Secara arkeologis ilmu pengetahuan, kesadaran magis terbentuk pada masyarakat yang masih mempercayai hal-hal yang supranatural. Masyarakat ini meyakini bahwa kekuatan terbesar yang mempengaruhi kehidupan mereka adalah hal-hal yang gaib, mistis, supranatural (luar alam). Sehingga hal-hal gaib ini harus di-“tundukkan” dengan sesajen dan do’a-do’a. Kuntowijoyo menyebut masyarakat ini sebagai masyarakat pada tahap mitos. Masyarakat dengan kesadaran magis, adalah masyarakat yang deterministik, pasrah pada takdir. Masyarakat ini akhirnya, nrimo saja terhadap ketidak adilan sosial yang terjadi. Di tinjau dari paradigma pendidikan, masyarakat dengan kesadaran magis adalah masyarakat hasil dari pendidikan konservatif.
Kedua, adalah kesadaran naif. Masyarakat dengan kesadaran naif adalah masyarakat yang memandang bahwa setiap ketidakadilan sosial berakar dari kelemahan manusia. Secara arkeologis ilmu pengetahuan, masyarakat dengan kesadaran naif terbentuk pada masyarakat yang percaya bahwa kekuatan natural (alam) adalah kekuatan terbesar yang mempengaruhi segala masalah di dunia ini. Untuk itu kekuatan alam harus ditundukkan oleh tangan manusia. Bila alam tak bisa ditundukkan oleh manusia, yang itu akan mengakibatkan kekacauan, maka manusia itulah yang lalai dan lemah. Untuk itulah maka diciptakan mesin-mesin yang berfungsi untuk membantu manusia menundukkan alam. Dalam era penciptaan mesin-mesin yang menggantikan manusia itulah muncul ideologi-ideologi politik dan sosial besar dunia (kapitalisme dan sosialisme). Sehingga, Kuntowijoyo mengistilahkan masyarakat pada tahap ini adalah masyarakat pada tahap ideologis. Pendidikan paradigma kedua (liberal) adalah pendidikan yang memproduksi masyarakat dengan kesadaran ini.
Ketiga, adalah kesadaran kritis. Yaitu masyarakat yang menyadari bahwa kekacauan di dunia ini diciptakan oleh sistem yang dibuat oleh manusia itu sendiri. Secara arkeologis ilmu pengetahuan, masyarakat kritis adalah masyarakat yang keyakinannya telah bergeser dari kepercayaan kekuatan terbesarnya kepada alam menuju kekuatan manusia. Untuk itu kekuatan manusia yang menjelma pada sistem ini harus ditundukkan dengan “ilmu” dan kesadaran kritis. Karena itu pula Kuntowijoyo menyebut masyarakat pada tahap ini dengan istilah “masyarakat ilmu”. Hanya pendidikan kritis-lah yang dapat menghasilkan kesadaran kritis ini.

Tujuan Pendidikan dan Teori Belajar
Secara umum ada tiga tujuan pendidikan yang biasanya ingin dicapai oleh para pelaku pendidikan. Hal ini berdasarkan pada tiga tindakan sosial (social act) utama manusia yang diungkapkan Jurgen Habermas. Tiga tindakan itu adalah; tindakan karya (work), tindakan komunikasi dan tindakan pembebasan.
Pendidikan yang bertujuan karya (work) adalah pendidikan yang bertujuan untuk menghasilkan manusia-manusia “siap guna”. Dapat bekerja, baik sendiri maupun bersama-sama untuk melestarikan dan memajukan sistem yang telah ada. Secara ekstrim, pendidikan yang bertujuan karya ini akhirnya akan menciptakan manusia yang cinta pada benda mati (nekrofili) dan tidak cinta pada manusia yang lain (biofili)6. Manusia nekrofili akan merasa utuh kemanusiaannya jika memiliki harta kekayaan dan kekuasaan, meskipun tidak dicintai oleh manusia lainnya.
Pendidikan dan pelatihan yang belangsung selama ini hampir 90% bermain pada wilayah kekaryaan ini. Secara umum pendidikan dengan tujuan kekaryaan ini memakai behaviorisme sebagai landasan teori belajarnya, disamping juga sedikit teori kognitif dan humanistik.
Berikut ini simpul-simpul teori-teori belajar tersebut menurut Ernest Hilgard dan Gordon Bower dari Standford University7 :
Dari teori S-R :
o Murid harus aktif
o Frekuensi latihan yang cukup tinggi sangat penting untuk memperoleh ketrampilan dan retensi (penguatan daya ingatan) dilakukan belajar secara berulang-ulang.
o Sangat diperlukan re-enforcement: murid yang dapat mengulang dengan baik dan menjawab dengan benar dapat diberi ganjaran.
o Generalisasi dan diskriminasi memberi kesan akan pentingnya praktek dalam konteks yang bervariasi, sehingga belajar adalah penting bagi jajaran stimuli yang lebih luas.
o Tingkah laku yang baru dicapai lewat peniruan model, pengenalan dan pembentukan tingkah laku,
o Drive state diperlukan juga, tetapi ini berbeda dari sikap, atau dalam drive state ini mereka tidak perlu menyesuaikan secara keseluruhan pada prinsip-prinsip drive education yang didasarkan pada eksperimen “penghilangan makanan”.
Dari teori kognitif :
o Organisasi pengetahuan yang akan disajikan tidak mengalami arbitrasi. Prosedur penyajian materi tidak sekedar berlangsung dari yang sederhana hingga yang kompleks, tetapi dari keseluruhan sampel sampai keseluruhan yang lebih kompleks.
o Secara kultural belajar relatif. Situasi belajar dipengaruhi oleh kebudayaan secara luas maupun oleh sub-kebudayaan dimana orang merasa memiliki.
o Cognitif feedback semestinya mengkonfirmasikan pengetahuan yang benar dan membuat koreksi terhadap belajar yang salah. Murid mengusahakan sesuatu secara profesional dan kemudian menerima atau menolak apa-apa yang dikerjakan atas dasar konsekuensi-konsekuensi.
o Penentuan tujuan belajar oleh murid sangat penting sebagai motivasi belajar, keberhasilan dan kegagalan belajar itu sangat menentukan bagaimana ia menetapkan tujuan-tujuan di masa yang akan datang.
o Pemikiran yang berbeda-beda yang mengacu pada pemilihan alternatif perlu dikembangkan secara terpadu dan hanya mempunyai satu cara yang logis untuk satu jawaban yang benar.
Dari teori motivasi dan kepribadian :
o Memperhatikan kemampuan masing-masing murid sangat penting. Rata-rata cara dan waktu belajar masing-masing individu sehingga harus diakomodasikan dalam desain training.
o Perkembangan setelah bayi lahir, pengaruh keturunan, serta bakat dan kemampuan sama pentingnya untuk diperhatikan.
o Tingkat ketegangan (anxiety) mempengaruhi belajar manusia antara satu individu dan yang lainnya.
o Situasi yang sama mungkin saja menghasilkan motivasi yang berbeda-beda, tergantung apakah mereka diarahkan untuk kebutuhan afiliasi atau pencapaian tujuan.
o Organisasi motif dan nilai yang terkandung dalam individu sesuai dengan cara belajarnya. Orang cenderung belajar apa-apa yang dipandang perlu bagi khusus dirinya.
Tujuan pendidikan yang kedua adalah interaksi atau komunikasi. Pendidikan ini bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang egaliter yang mampu bekerjasama dan berinteraksi untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dalam dunia industri, pelatihan komunikasi juga kerap diselenggarakan namun dalam kaitannya sebagai komplemen dari training ke-karya-an.
Pendidikan komunikasi meniscayakan lingkungan belajar yang saling menghormati, menghargai, saling terbuka, dan bebas dari saling menghujat. Dalam lingkungan belajar yang emansipatoris itulah akan muncul segala potensi-potensi individu yang dikelola sedemikian sehingga menjadi kekuatan kelompok. Pendidikan ini, bila dilepaskan dari kepentingan kapitalisme, dapat menghantarkan pesertanya menjadi manusia-manusia biofili, manusia yang lebih menghargai nilai kemanusiaannya manusia yang lain.
Pendidikan komunikasi sebagai wahana pengelolaan kekuatan individu menjadi kekuatan kelompok (group dynamic) memakai teori psikologi Gestalt sebagai teori belajarnya. Psikologi Gestalt diciptakan oleh Kurt Lewin dengan simpul-simpul pemikiran sebagai berikut :
• Inti dari konsep pengaruh medan adalah, “Sebuah lingkungan selalu beada dalam pengaruh kekuatan medan”. Istilah kekuatan medan diambil dari teori medan magnet ilmu fisika, yang dalam medan magnet pusat kekuatan terletak pada butir-butir magnet yang masing-masing mempunyai daya dorong dan daya tarik terhadap satu sama lainnya, sedangkan pada kelompok manusia, pusat kekuatan medan terletak pada aktor-aktor secara individual yang berada di suatu lingkungan yang masing-masing memiliki tujuan.
• Lewin menjelaskan bahwa perilaku seseorang merupakan fungsi dari kepribadian (personality) dan pengaruh lingkungan (environment) sekitarnya. B = f (P.E)
• Menurut Lewin ada tiga kekuatan yang berpengaruh dalam suatu medan. Yaitu aprreciation (-), influence (+) dan controll (-/+).
• Totalitas dari ketiga kekuatan di atas menciptakan medan yang meneukan jalannnya proses interaksi sosial, yang disebut dengan group dynamic
Tujuan pendidikan yang ketiga adalah pembebasan. Pendidikan pembebasan bertujuan agar manusia tidak hanya menyadari kekuatan-kekuatan individunya (yang dilatih dalam training kekaryaan), namun juga menyadari kekuatan-kekuatan kelompoknya (yang diasah dalam training interaksi), dan realitas struktural yang melingkupinya, sehingga mereka dapat membebaskan diri dari struktur yang membelenggunya.
Dalam praktiknya, pendidikan pembebasan lebih banyak memakai asumsi-asumsi training untuk berinteraksi, sehingga seringkali training interaksi dan pembebasan berbaur menjadi satu tema, “participatory learning”.
Bila training untuk interaksi sulit ditemui maka training untuk pembebasan lebih sulit lagi untuk dijumpai dan didapatkan contohnya. Namun, sekali lagi literatur-literatur dari Paulo Freire dapat kita jadikan rujukan dalam menggagas training perubahan di masyarakat kita.
Kesimpulan
Dengan banyaknya aliran-aliran dalam ranah filsafat bukan berarti akan membuat semakin tidak jelasnya konstruksi filsafat pendidikan. Akan tetapi dalam masing-masing aliran dapt menghasilkan titik temu yang harmonis, yang fungsinya guna mendapatkan gambaran filsafat pendidikan yang harmonis dan etis serta mempunyai nilai tawar yang lebih qualified. Wallahu’alam bi shawab.
Literatur untuk pengembangan lebih lanjut :
Barnadib,Imam,1988, Filsafat Pendidikan, Sistem Dan Metode, Andi Offset, Yogyakarta.
Hadiwiyono,Harun,1980, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Kanisius, Yogyakarta
Hamersma,Harry,1984, Tokoh-Tokoh Filsafat Modern, PT Gramedia, Jakarta
Mudhofir,Ali,1988, Kamus Teori dan Aliran dalam Filsafat, Yogyakarta, Liberty.
Bashori,Tauhid,2004, Pragmatisme Pendidikan, telaah Pemikiran John Dewey,
Hadiwiyono,Harun,1980, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Yogyakarta, Kanisius.
Hamersma,Harry,1984, Tokoh-Tokoh Filsafat Modern, Jakarta, PT Gramedia.
Prasetya ,Filsafat pendidikan , Pustaka Setia,Bandung
Uyoh Sadulloh,.Pengantar filsafat pendidikan, Al-Fabeta,Bandung
Ali saifullah H.A ,Antara Filsafat dan Pendidikan,Ali saifullah H.A,Usaha nasional,Surabaya
Filsafat Pendidikan ,H.B.Hamdani Ali,Kota kembang,Yogyakarta
Mohammad Noor syam ,Filsafat pendidikan dan dasar filsafat Pendidikan pancasila, Usaha Nasional Surabaya